Mohon tunggu...
Miss Rochma
Miss Rochma Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Semua orang yang saya kenal adalah orang yang luar biasa dalam pemikirannya sendiri. Tulisan saya dengan gaya bahasa yang berbeda? disini : http://www.mamaarkananta.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rebo Wekasan, Budaya Kota Gresik yang Mulai kehilangan Makna

2 Februari 2011   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:58 2266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awal tahun 2011, tepatnya tanggal 31 Januari 2011 dan 1-2 Februari 2011, ada sebuah perayaan rutinan yang diselenggaran oleh masyarakat kabupaten Gresik, yaitu perayaan Rebo Wekasan. Rebo Wekasan adalah perayaan unik yang hanya ada di desa Pongangan, kecamatan Manyar, kabupaten Gresik, propinsi Jawa Timur dan hanya dirayakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar (orang jawa mengatakannya dengan nama bulan Sapar). Namun, 3 tahun terakhir, perayaan Rebo Wekasan sudah berpindah di desa Suci, desa tetangga yang berada di sebelah barat desa Pongangan.

Karena saya bukan penduduk asli Gresik, sejarah tentang Rebo Wekasan tidak saya peroleh dengan baik dan jelas tetapi saya memperoleh sejarah Rebo Wekasan dari sebuah situs. Penulis situs tersebut menceritakan bahwa Rebo Wekasan bermula dari penemuan sebuah sumber air baru oleh Sunan Giri di sebuah desa bernama Pongangan yang bertepatan dengan hari Rabu terakhir di bulan Safar. Sedangkan sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME, diadakanlah perayaan Rebo Wekasan dan sekarang Rebo Wekasan sudah menjadi tradisi yang selalu dirayakan setiap tahun di kabupaten Gresik.

Menurut masyarakat asli desa Pongangan, Rebo Wekasan memiliki banyak kegiatan yang kental dengan unsur keagamaan dan budaya. Pada beberapa tahun silam ketika saya masih kecil, pada saat Rebo Wekasan tiba, teringat bapak selalu menonton wayang sebagai acara penutup rangkaian acara Rebo Wekasan. Sehari sebelumnya, kami sekeluarga selalu menonton pembacaan doa-doa di sumber air desa Pongangan yang dilakukan oleh beberapa sesepuh desa dan ulama agama dengan menyajikan tumpeng kreasi warga desa sebagai pelengkap kegiatan. Setelah pembacaan doa-doa selesai, kami lanjutkan dengan menyisiri sepanjang jalan desa Pongangan untuk membeli atau sekedar melihat-lihat orang-orang berjualan pakaian, makanan bahkan mainan yang terkemas apik layaknya pasar malam. Setelah puas kami diajak jalan-jalan, pada malam harinya, bapak dan ibu akan mengikuti sholat tolak bala’ (sholat menolak bencana) yang dilakukan setelah sholat Isya’ di masjid K.H. Syafi’i yang berlokasi di desa Pongangan.

Tetapi, tampaknya kenangan saya tentang Rebo Wekasan pada saat saya masih kecil, sudah mulai kabur yang sepertinya sejalan dengan kaburnya tradisi Rebo Wekasan. Berdasarkan pengamatan saya beberapa tahun terakhir, tradisi yang masih tertinggal hingga kini adalah sholat tolak balak yang diadakan pada hari Selasa malam setelah sholat Isya’, pasar malam dan silaturrahmi antar tetangga dan sanak saudara. Sedangkan tradisi wayang, sudah berganti dengan tampilan penyanyi dangdut di atas panggung besar yang siap menemani pengunjung menghabiskan malamnya.

[caption id="attachment_88216" align="alignnone" width="630" caption="Spanduk Rebo Wekasan/Miss Rochma.doc"]

12966314701605573616
12966314701605573616
[/caption]

[caption id="attachment_88217" align="alignnone" width="630" caption="Seperti pasar malam/Miss Rochma.doc"]

1296631619325416403
1296631619325416403
[/caption]

[caption id="attachment_88218" align="alignnone" width="640" caption="Silaturrahmi ke tetangga ketika Rebo Wekasan/Miss Rochma.doc"]

129663176873306021
129663176873306021
[/caption]

Rebo Wekasan juga identik dengan berbagai jajanan tradisonal yang masih menjadi favorit meskipun masyarakat sekitar sudah mulai terbiasa dengan jajanan modern. Salah satu contohnya adalah serabi banjar. Dinamakan begitu karena serabi ini hanya dibuat di desa Banjarsari, desa yang letaknya sebelah selatan desa Pongangan. Serabi ini terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan gula dan garam serta santan kelapa dan diaduk pelan-pelan di atas kuali tanah liat dengan parutan kelapa muda supaya rasanya menjadi berserat. Penyajiannya dengan menggunakan daun pisang dan dipotong-potong terlebih dahulu jika ingin memakannya. Ketika Rebo Wekasan tiba, masyarakat desa Banjarasari banyak yang menjual serabi buatannya untuk dijual. Harganya cukup murah, Rp. 9000,00 untuk dua tangkup dengan masih-masing tangkup berdiameter 20 cm.

[caption id="attachment_88220" align="alignnone" width="540" caption="Serabi banjar/Miss Rochma.doc"]

1296631585514771625
1296631585514771625
[/caption] ________________________ Tulisan saya sebelumnya: Ratri : "Bu, Aku Cinta Ibu. Apa Itu Salah?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun