Mohon tunggu...
Miss Rochma
Miss Rochma Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Semua orang yang saya kenal adalah orang yang luar biasa dalam pemikirannya sendiri. Tulisan saya dengan gaya bahasa yang berbeda? disini : http://www.mamaarkananta.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ratri : "Bu, Aku Cinta Ibu. Apa Itu Salah?"(ECR #84)

29 Januari 2011   05:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:05 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1296277381544177468

Malam ini, Miss Rochma memiliki janji dengan Pak Mike dan Tyas untuk menyelesaikan lagu untuk pernikahan Uleng dan Mas Arif di bulan Februari nanti. Waktu sudah mulai merangkak mendekati bulan Februari, tapi penggarapan lagu masih juga berjalan lambat. Pak Mike sebagai ketua hiburan di acara pernikahan nanti, sekarang sedang sibuk dengan tempat les vokalnya yang mulai ramai didatangi warga Desa Rangkat untuk mempercantik suaranya. Sedangkan dirinya, mulai sibuk mengurusi siswa-siswanya yang sudah kelas 9 di MTs tempat dia mengajar karena di bulan April nanti mereka sudah menghadapi UAN.

Jam di lengan kurus Miss Rochma menunjukkan pukul7 malam. Bergegas dia mengambil jilbab segi empat berwarna merah maroon dari dalam lemari pakaian dan memakainya. Beberapa detik setelah dia memasangkan sebuah bros kecil di jilbabnya, lagu Hot ‘n Cold milik Kety Perry berdering dari handphone miliknya menandakan dia mendapatkan sebuah pesan pendek.

Bu, besok masuk kan? Aku kangen. Besok kan Ibu ada jam di kelasku, jangan datang telat yah. Biar aku bisa cepat liat wajah Ibu

Miss Rochma mendengus membaca pesan pendek yang baru saja diterimanya. Dari Ratri, salah satu siswanya yang sekarang sudah kelas 9. Yang mengganggu pikiran Miss Rochma adalah siswa ini ternyata sudah memiliki rasa yang salah jalur padanya sejak kelas 7. Entah dimulai karena apa, ternyata rasa yang awalnya hanya sebuah kekaguman, sekarang sudah menjalar menjadi sebuah rasa cinta.

Pikirannya melayang jauh pada kejadian satu setengah bulan yang lalu.

Siang itu, gedung MTs Desa Rangkat sudah sepi karena para siswa sudah meninggalkan sekolah setelah bel panjang berbunyi tepat pukul 1 siang tadi. Hanya tinggal beberapa murid yang terlihat ceria di wajahnya karena besok sudah hari Minggu dan beberapa guru yang terlihat serius mengebut pekerjaannya agar tumpukan koreksi ulangan tidak menjadi beban pikiran mereka ketika menghabiskan waktu dengan keluarga.

Jarum jam berjalan lambat menuju angka 2 ketika Miss Rochma melepas mukena setelah menunaikan sholat Dhuhur di mushola MTs. Bergegas Miss Rochma merapikan mukena dan memasukkannya ke dalam lemari khusus tempat mukena dan beberapa detik kemudian sudah menggunakan sepatu hak tingginya. Langkahnya dipercepat karena dia teringat ada janji dengan Pak Kades dan Mommy pukul 3 sore untuk membicarakan program pengembangan MTs dalam bidang bahasa.

Kaki Miss Rochma sudah berada beberapa meter dari pintu ruang BK ketika di depan ruang ada Ratri sedang berdiri sambil bersandar di dinding. Tas ranselnya ditaruh di lantai dan dia sedang asyik memainkan kakinya yang kala itu menggunakan sepatu berwarna hitam dengan tali yang dipilin rapi. Senyum Ratri merekah manis ketika melihat Miss Rochma berjalan cepat dengan tergopoh-gopoh. Posisi berdirinya dia betulkan sambil membetulkan juga poni rambutnya yang mulai menutup mata lebarnya.

“Bu, aku dah nunggu lama lho.”

Miss Rochma hanya tersenyum, tidak menanggapi dengan kalimat apa-apa. Dia sudah tau sejak lama dari beberapa siswa tentang perasaan perempuan muda yang usianya beranjak 16 tahun ini. Dan sudah terlihat dari sikap Ratri setahun terakhir ini kepadanya.

Tanpa mempedulikan Ratri yang mengekor di belakangnya ketika memasuki ruang BK, Miss Rochma secepat mungkin menuju meja kerjanya untuk merapikan beberapa buku dan catatan yang sudah dia rancang untuk bahan berdiskusi nanti. Ada rasa tidak nyaman dalam diri Miss Rochma ketika berada dalam ruang yang sepi dengan Ratri yang menunggunya di ujung ruangan. Mungkin pikirannya sudah terpengaruh dengan cerita dari teman-teman Ratri. Miss Rochma mengambil nafas panjang sebelum meminum air putih di gelas plastiknya yang berwarna biru.

“Ada perlu sama ibu, Rat?” Tanya Miss Rochma sambil membalikkan badannya menghadap Ratri. Ratri hanya tersenyum lalu berjalan mendekati Miss Rochma dengan langkah pelan dan tangan saling dikaitkan. Setelah agak dekat, Ratri mencoba mengucapkan apa yang mau dia sampaikan tetapi sepertinya terhenti di tenggorokan. Jari Ratri yang tadinya saling terkait, sekarang dimainkan dengan cepat. Menunjukkan kalau dia sedang gugup.

“Ada perlu penting dengan Ibu, Rat? Kok jam segini kamu masih di sini.” Miss Rochma bertanya dengan pertanyaan yang sama tetapi ditambah dengan sebuah kalimat penekanan. Sambil menunggu Ratri menjawab, Miss Rochma memasukkan peralatan mengajarnya ke dalam tasnya yang berwarna ungu.

“Ng, Bu, ada yang mau aku sampaikan. Tapi ibu jangan marah yah.” Ucap Ratri dengan suara agak terbata-bata.

“Okey, ibu dengarkan. Tapi maaf Ratri, tidak bisa lama. Ibu ada janji dengan pak Kades setengah jam lagi.”

Miss Rochma mulai membetulkan posisinya berdiri sambil bersandar pada meja kerjanya. Tasnya sudah ada di pundak dan catatan diskusinya sudah ada dalam dekapan. Ratri yang ada di depan Miss Rochma mulai menegakkan kepalanya. Sedetik kemudian terdengar hembusan nafas yang kencang dari hidungnya, bersiap memulai berbicara.

[caption id="attachment_87564" align="alignnone" width="275" caption="http://mariahaziz.blogspot.com/2010/07/cinta-dalam-diam.html"][/caption] “Bu, aku sayang Ibu.” Akhirnya kalimat itu terucap juga. Dan ada perasaan lega yang tergambar dari mimik wajah Ratri. Miss Rochma kaget, tapi cepat-cepat dikuasai rasa kagetnya yang langsung digantikan dengan senyum. Moment ini sudah ditunggu sejak lama oleh Miss Rochma setelah mendengar warning dari teman-teman Ratri kalau Ratri hendak mengungkapkan perasaan cinta kepadanya.

“Aku sudah kagum sama ibu dari kelas 7 dan ternyata sekarang aku makin sayang. Dan nggak tau kenapa, sepertinya aku udah cinta sama ibu. Aku tau bu, rasa ini salah. Tapi aku nggak bisa menghindar. Wajah ibu buat aku kangen. Tiap lihat ibu di sekolah, seneng banget rasanya. Tapi kalau ibu nggak ada, sedih banget Bu.”

“Nggak bisa menghindar dan sekarang disampaikan ke ibu? Gitu?”

Ratri mengangguk. Miss Rochma tersenyum mendengar ungkapan rasa yang terlalu jujur dari salah satu siswanya yang berprestasi ini di MTs. Ratri melongo, sedari tadi hanya melihat ibu gurunya ini hanya tersenyum menanggapi kaliat-kalimat yang mengalir melalui mulutnya.

“Bu.. Jangan cuma senyum-senyum dong, ngomong apa gitu.”

“Oke kalau kamu mau ibu ngomong. Tapi ibu minta kamu dengarkan baik-baik apa yang ibu sampaikan.” Terlihat Ratri mengangguk menyetujui syarat yang disampaikan Miss Rochma.

“Ibu terima kasih untuk uneg-uneg yang sudah kamu sampaikan tadi. Ibu juga sayang sama kamu, Ratri. Tapi sebatas sayangnya seorang guru ke muridnya, nggak lebih dari itu.” Ucap Miss Rochma yang disusul dengan wajah kecewa Ratri.

“Ibu tidak bisa membalas rasa kamu Rat, maaf. Dan karena kamu sudah kelas 9, ibu sarankan..”

Belum kalimat Miss Rochma selesai disampaikan, Ratri sudah berlari keluar kantor BK dengan cepat. Ada sedikit air mata yang tampak di pipi Ratri. Miss Rochma mendengus. Kalimat yang disampaikan olehnya mungkin menyakitkan bagi Ratri, tapi harus dia sampaikan supaya tidak menjadi ganjalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun