Saya menuliskan cerita ini karena terinspirasi dari sebuah komentar dari seorang teman pada artikel saya sebelumnya yang berjudul Ketika Anak Marah, Kami Ajarkan Tentang Pengalihan Marah. Dalam artikel tersebut, saya menceritakan tentang sebuah permasalahan bullying yang dialami oleh seorang siswa saya yang bernama Ali dan bagaimana saya menangani masalah bullying tersebut. Hanya saja, dalam artikel tersebut saya tidak menceritakan secara mendetail tentang si pem-bully yang kebetulan adalah teman sekelas Ali yang bernama Ichsan.
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan terhadap Ichsan, ternyata perilaku bully yang dilakukan oleh Ichsan terhadap Ali karena kejengkelan Ichsan terhadap teman sepermainannya di rumah yang juga sering mem-bully dia. Karena Ichsan tidak bisa membalas perilaku bully temannya, akhirnya dia mencari obyek lemah (yaitu Ali) untuk menumpahkan semua kekesalannya. Dengan kata lain, Ichsan pun sebenarnya adalah korban bullying juga. Apa yang dialami oleh Ichsan, saya dapatkan karena sayang memberikan sebuah pertanyaan pancingan karena saya mulai jengkel kepada Ichsan karena pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan hanya dijawab dengan ya dan tidak saja.
“Ichsan pernah mengalami seperti Ali? Dipukul teman misalnya. Yah, teman disekolah atau mungkin teman di rumah” Tanya saya ketika itu dengan tubuh saya condongkan dihadapan Ichsan. Lama Ichsan menjawab, sekitar 2-3 menit. Lalu dia menganggukkan kepala tanpa memandang wajah saya.
“Mau cerita ke Ibu?” Tanya saya lagi sambil memegang punggung tangannya. Setelah Ichsan merasa nyaman dengan saya, mulailah dia bercerita dengan bahasa campur-campur antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Ichsan menceritakan bahwa dia memiliki seorang teman di lingkungan rumahnya yang sering mengancam dan memukul dia kalau dia tidak mau disuruh untuk membeli rokok atau minuman. Teman Ichsan ini adalah anak yang putus sekolah karena sudah tidak ada kemauan untuk melanjutkan sekolah sehingga banyak kemungkinan Ichsan selalu bertemu dengannya.
Akhirnya saya ambil sebuah kesimpulan bahwa perilaku bullying yang dilakukan Ichsan adalah hasil dari modelling terhadap teman sepermainannya di rumah. Perilaku modelling adalah perilaku yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan perlu pengawasan dari orang tua sebagai benteng pertahanan moral pada anak. Kasus yang terjadi pada Ichsan merupakan perilaku modelling yang sayangnya kurang ada pengawasan pada orang tua karena orang tua Ichsan merupakan pedagang pada sebuah kios kecil di pasar yang setiap hari selalu pulang malam hari.
Karena kemarahan Ichsan tidak dapat disampaikan dengan baik kepada temannya yang melakukan bully terhadap dirinya, Ichsan mencari penyaluran lain yang lebih bisa memuaskan batinnya. Yaitu mencari pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahannya dimana pihak lain itu memiliki tingkat kekuatan yang lebih lemah daripada Ichsan. Yaitu Ali. Ichsan tidak bermaksud menunjukkan seberapa kuat dirinya, tidak pula menunjukkan seberapa hebat dirinya. Tapi perilaku bully yang dilakukan Ichsan terhadap Ali hanya sebagai pelampiasan kemarahan saja.
Rasanya teman, sungguh ruwet permasalahan yang berhubungan dengan kekerasan pada anak. Mari bersama membangun kepercayaan dan menyalurkan kepercayaan kita kepada anak-anak disekitar kita agar mereka percaya bahwa masih banyak orang dewasa yang mau percaya pada masalah yang terjadi pada mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H