Mohon tunggu...
Miss Rochma
Miss Rochma Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Semua orang yang saya kenal adalah orang yang luar biasa dalam pemikirannya sendiri. Tulisan saya dengan gaya bahasa yang berbeda? disini : http://www.mamaarkananta.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cersama) Purwanti dan Ceritanya

15 Agustus 2012   07:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:44 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13450144132041039482

[caption id="attachment_193190" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.trauma-and-alcoholism.com/"][/caption]

Namanya Purwanti. Badannya bongsor, tinggi besar. Entah, dia memiliki keturunan bongsor dari mana. Sekeluarga, hanya dia yang bongsor. Bahkan saudara laki-lakinya, Muin, tidak terlalu tinggi meskipun badannya memang gemuk. Bapaknya bernama Purwanto, seorang pemiliki bengkel tamban ban kecil yang berdiri di depan rumahnya. Tidak besar bengkelnya, hanya sepetak bangunan sebesar 2x3 meter saja. Menjalankan usaha bengkel ini, Purwanto dibantu istrinya yang bernama Suwantini. Ketika Purwanto menambal ban motor yang bocor karena paku, Suwantini memiliki tugas menjual bensin yang dikemas dalam botol kaca dengan harga 5.000 rupiah.

Tidakkah kalian rasakan sesuatu dari nama Purwanti? Yah, memang nama dia adalah nama gabungan dari Purwanto dan Suwantini. Ketika Purwanti masih kecil dia pernah bertanya kenapa namanya begitu ajaib, orang tuanya hany menjawab, dengan nama itu supaya dia selalu ingat bahwa dimana pun anaknya berada, orang tuanya selalu ingat dan mendoakan dia. Mendengar jawaban orang tuanya, Purwantini kecil senang karena orang tuanya akan selalu ingat dia.

Tapi, kesenangan Purwantini tidak bertahan lama. Ketika umurnya 12 tahun, bapak meninggal dengan tragis dan ibunya stres sampai masuk rumah sakit jiwa karena dianggap mencuri perhiasan milik juragan beras di desanya. Bapaknya di pukuli sampai meninggal, ibunya diperkosa lalu dilucuti pakaiannya kemudian di arak keliling desa. Purwantini kecil tidak mengerti apa-apa tentang alasan penganiayaan bapak ibunya. Tapi setelah dia besar, dia baru mengerti bahwa bapak menolak menjual rumah dan tanahnya kepada juragan beras yang rencananya akan dijadikan pergudangan beras baru.

Kejadian itu, jelas menjadi ketakutan mental bagi Purwanti. Bahkan sampai sekarang, ketika Purwanti dan Muin tinggal bersama budhenya, Nengsekar. Semenjak kejadian itu, Purwanti tidak pernah percaya pada siapapun, kecuali kepada Muin dan Nengsekar. Tatapannya menjadi lebih garang, sifatnya menjadi mudah marah dan penampilannya menjadi tomboy. Lingkungan bergaulnya bukan lagi gadis-gadis berpakaian cantik tapi para pria berpakaian amburadul di terminal. Menurut dia, laki-laki itu praktis. Tidak cengeng, mudah dipercaya, tidak ribet dan ala kadarnya.

Nengsekar tidak lelah mengingatkan tentang kodratnya sebagai perempuan. Yang santun, sopan, gemulai, cerdas dan tangguh. Tahu apa jawaban Purwanti?

“Kalau aku seperti yang dikatakan Budhe, aku bisa gila seperti ibu.” Teriak Purwanti malam itu setelah dirinya pulang dari menonton layar tancap bersama beberapa kawannya yang semuanya laki-laki.

Bagaimana dengan usaha Muin kepada adiknya atas perubahannya? Muin hanya bisa diam. Tidak bisa menyalahkan dan juga tidak bisa sepenuhnya mendukung. Dia mengerti sakit hatinya Purwanti dan rasa kehilangan Purwanti terhadap orang tuanya yang sudah 7 tahun ini belum bisa mereka hilangkan. Karena itu, Muin hanya bisa diam sembari terus berdoa atas keselamatan Purwanti dan berdoa untuk arwah bapak dan kesembuhan ibunya.

19 tahun 11 bulan. Yah, sebulan lagi Purwanti sudah 20 tahun. Menurutnya, dia sudah bebas merasakan apa yang selalu dilarang oleh Nengsekar. Dan dia benar-benar ingin mencobanya.

Ditengah-tengah menikmati umur barunya, Muin berpamitan kepada dirinya dan Nengsekar untuk mencari pekerjaan di Kalimantan. Temannya menawari dirinya untuk bekerja di pertambangan batu bara. Lokasi memang jauh dari kota, tapi ketenangan sepertinya ada di sana. Dan alasan ketenangan inilah yang diprotes oleh Purwanti.

“Mas tenang di sana? Tenang dari apa? Tenang dari siapa? Aku?” Tanya Purwanti dengan nada marah yang sangat.

“Bukan Dek. Aku hanya ingin merasa tenang dari semua hal yang sudah kita lalui, kejadian-kejadian yang sudah kita lalui.” Jawab Muin. Mencoba meyakinkan Purwanti. Tapi sepertinya Purwanti tidak percaya, bahkan rasa percayanya pada kakak satu-satunya mendadak menghilang.

“Dan Mas meninggalkanku sendiri disini dengan budhe saja?”

Muin hanya diam, tak bisa menjawab apa-apa. Dan pertanyaan itulah yang menjadi pertanyaan terakhir Purwanti kepada Muin karena sampai sekarang pun, Purwanti tidak pernah mau lagi berbicara dengan dia. Hilang rasa percaya sebagai saudara.

***

2 tahun sejak Muin meninggalkan Purwanti sendiri bersama Nengsekar, Purwanti semakin terlihat amburadul. Hidupnya amburadul, rambutnya amburadul, dandanannya amburadul, semuanya amburadul. Sampai akhirnya Nengsekar memberanikan diri untuk berbicara kepada Purwanti, kalau-kalau Purwanti memiliki keinginan pergi dari rumahnya.

“Budhe mengusirku?” Tanya Purwanti serius. Nengsekar menggeleng.

“Untuk apa Budhe mengusirmu? Kamu sendiri yang mengusir dirimu sendiri dari pelukan Budhe. Lihat, hidupmu semakin tidak terarah. Nada bicaramu kehilangan kelembutan. Budhe sudah tidak mengenali Purwanti yang dulu suka memeluk Budhe.”

“Tapi aku sudah dewasa, Budhe. Tidak selalu harus memeluk Budhe.” Sahut Purwanti. Seperti menunjukkan rasa tidak terimanya atas pernyataan budhenya.

“Kalau kamu memang sudah dewasa, silahkan malam ini kamu memutuskan sendiri tentang masa depanmu. Yang perlu kamu ingat, Budhe selalu ada buatmu.” Ucap Nengsekar sebelum meninggalkan Purwanti sendiri di ruang tamu yang bercahayakan bohlam 15 watt.

Dan Purwanti menentukan sendiri masa depannya.

Ditinggalkannya Nengsekar ketika masih tidur di subuh hari. Dirinya pergi menuju basecamp teman-temannya di terminal dengan membawa tas punggung dan satu tas kresek berisi sepatu dan celana jins belelnya. Dan dari basecamp itulah Purwanti menyusun masa depannya keping per keping. Dan dari basecamp itulah, dia mengorbankan keperawanannya untuk bisa menjadi seorang kernet bus antar propinsi.

Dan karena masa lalu yang tidak bisa Purwanti hadapi, sampai dia berusia 35 tahun pun dia tidak masih tidak mudah percaya dengan orang lain dan membatasi dirinya untuk jatuh cinta dengan laki-laki.

-END-

***

#Cersama adalah kependekan dari Cerita Bersama, adalah even yang dibuat oleh kami berenam yaitu Saya, Inin Nastain, Vianna moenar, Elhida, Ajeng dan Kayana.

***

Klik Cuap ala Mama Arkananta untuk mebaca tulisan saya yang lain ^_^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun