Memiliki anak, pastinya harus berfikir juga untuk mengurus berkas kelahirannya kan? Salah satunya adalah akta kelahiran. Setelah mendapatkan surat kelahiran dari rumah sakit yang menerangkan tentang kapan anak saya lahir, saya dan suami tinggal berfikir kapan harus mengurus akta kelahirannya.
Di kelurahan saya, mengurus akta kelahiran ada dua cara. Cara yang pertama adalah dititipkan di kelurahan. Artinya, kelurahan akan menguruskan semuanya dari pengurusan Kartu Keluarga baru (nama bayi sudah tercantum di Kartu Keluarga baru) sampai mengurus akta kelahiran si bayi di Dispendukcapil. Cara yang kedua adalah kita meminta surat keterangan dari kepala desa untuk mengurus sendiri akta kelahiran si bayi di Dispendukcapil, sedangkan pihak kelurahan tinggal menguruskan Kartu Keluarga yang baru saja.Bedanya adalah pada uang yang akan dikeluarkan oleh orang tua untuk mengurusnya. Cara yang pertama, biayanya lebih besar daripada cara yang kedua dengan kisaran perbandingannya adalah separuh harga. Lumayan kan?
Saya akhirnya mencoba untuk memilih cara yang kedua. Sebenarnya, saya sudah dapat peringatan dari beberapa teman bahwa Dispendukcapil akan penuh karena ada program dispensasi pembuatan akta kelahiran gratis untuk warga kota yang belum memiliki akta kelahiran. Tapi karena saya berfikir bahwa administrasi di Dispendukcapil akan tertib dan loket pembuatan akta kelahiran untuk yang baru lahir dan yang mendapatkan dispensasi akan dipisah, maka saya tetap bersikukuh mengambil cara kedua.
Setelah semua berkas siap, pergilah saya ke Dispendukcapil. Dan, taraaaaa...!!!
[caption id="attachment_148558" align="aligncenter" width="448" caption="Antriannya sampai berbelok/Miss Rochma.doc"][/caption]
[caption id="attachment_148557" align="aligncenter" width="448" caption="Antrian gelombang 2 jam 08.30, yang gelombang 1 jam berapa yah?/Miss Rochma.doc"][/caption]
Untuk ambil nomer antrian saja, panjangnya mengalahkan pendaftaran CPNSD..!! Dan antrian yang sepanjang itu adalah antrian untuk gelombang kedua. Padahal saya datang pukul 08.17 lho. Dan para pengantri rata-rata memegang kertas formulir berwarna biru yang menunjukkan kalau mereka hendak membuat akta kelahiran gratis melalui program dispensasi. Berbeda dengan saya yang memegang formulir berwarna kuning untuk pembuatan akta kelahiran untuk bayi yang baru lahir.
Tanpa membuang waktu, saya masuk dalam antrian. Daripada bengong, saya mengajak berbicara beberapa orang yang juga ikut mengantri. Saya bertanya kenapa mereka baru sekarang mengurus akta kelahiran, padahal program dispensasi ini sudah ada sejak tanggal 22 Agustus 2011 (saya tahu karena bapak saya ketua RT). Beberapa dari mereka mengatakan kalau pemberitahuan dari pihak kelurahan terlambat. dan ketika saya tanya, kenapa tidak menitipkan urusan akta kelahiran ini di kelurahan, mereka menjawab dengan santai sekali. “Daripada bayar di kalurahan, Mbak.”
[caption id="attachment_148559" align="aligncenter" width="448" caption="Pengumuman tentang mulainya waktu pengurusan akta kelahiran dispensasi/Miss Rochma.doc"][/caption]
Saya tersenyum lebar mendengar jawaban itu. Memang iya sih, di tingkat Dispendukcapil memang gratis tetapi di tingkat kelurahan tetap akan mengeluarkan biaya yang mungkin di tiap kelurahan jumlahnya akan berbeda-beda. Tetap saja tidak gratis kan namanya?
Melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan mengurus sendiri, akhirnya saya menghubungi seorang teman yang bekerja di kelurahan dan meminta dia untuk menguruskan akta kelahiran anak saya. Biaya? Tetap sama jumlahnya dengan mengurus akta kelahiran program dispensasi yang jumlahnya lebih tinggi daripada mengurus sendiri.
[caption id="attachment_148561" align="aligncenter" width="448" caption="Itu bapak satpol PP apa yah? Lagi marah-marah lho dia/Miss Rochma.doc"][/caption]
Sepulang dari Dispendukcapil, saya mengecek facebook. Siapa tahu ada yang berkomentar di status yang saya buat karena kejengkelan saya terjebak dalam antrian yang panjang tadi. Seorang teman berkomentar singkat di status saya : Efek manjanya rakyat jelata. Entahlah, saya tidak mau berkomentar lebih lagi untuk urusan program gratis dari pemerintah karena memang rakyat Indonesia ini sepertinya masih memiliki kewarasan untuk mengurus berkas secara gratis ketika ada peluang dari pemerintah daripada nanti mereka mendapat denda di pengadilan negeri. Dengan artian, daripada mengeluarkan uang ketika tidak ada program dispensasi, lebih baik menunggu ada progran dispensasi baru mengantri sambil panas-panas.
Selamat siang dan selamat menikmati makan siang.
-Miss Rochma-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H