Kalau dipikir lagi, aku sebenarnya melakukan suatu hal itu karena ingin mendekati sesuatu. Iyaaa, mendekati sesuatu. Sesuatu yang apakah terpikirkan ataupun tidak. Sesuatu yang apakah berada di dalam benak ataupun tidak. Sesuatu yang...bagaimana aku menyebut yang sedemikian itu? Entahlah, aku sebenarnya merasa berat untuk memikirkan hal yang dimaksudkan. Karena aku sudah terlalu sibuk ataupun aku sangat malas, dan bila dipikirkan kembali, aku telah berada di sana untuk waktu yang cukup lama, apakah waktu yang sedemikian lama itu tidak cukup untukku? Logikaku sekarang ini memang tidak dapat dikelabui, fakta - fakta menunjukkan sesuatu yang tidak terelakkan untuk pemikiran dan perasaan, tidak bergantung pada lama waktu, namun perasaan aku tidak tersentuh. Apa yang sebenarnya terjadi? Di satu sisi, aku sangat setuju bila aku menganggap diriku berada di luar sana, jauh di luar apa yang didekati. Namun, mengapa aku masih ingin? Apakah ada semacam fallacy logic di dalam pikiran aku? Aku tidak dapat mengelak, mungkin saja ada proses berpikir yang terlewat. Hadir ketika lampau dan menghilang tanpa jejak pada kondisiku kini. Ataukah ada suatu kesan, kesan yang tidak aku sadari namun rupanya memengaruhi begitu besar? Aku juga tidak dapat memastikan suatu bukti yang membuat hal ini hilang begitu saja.
ARGGGHHH!!! Satu hal yang pasti, ada seseorang yang membuatku kehilangan jati diri. Hilang, bahkan tanpa aku sadari telah menggerogoti akademik hingga jatuh terperosok. Jurang yang tidak aku sangka - sangka begitu dalam, namun banyak kawanku yang berada di sana. Aku bukan tanpa kompetensi, aku jelas mumpuni di puncak gunung sana. Namun, langkahku hilang begitu jati diriku hilang. Jati diriku hilang karena 'dia' menghilang, membuat aku bertanya - tanya, 'apa sebenarnya keikhlasan?' Aku tidak mengerti. Aku yang telah berada disampingmu ketika kamu rupanya harus menerima pahitnya pengumuman. Aku yang telah berusaha begitu keras membuktikan bahwa aku akan membawa kamu berada di gerbang pelaminan, dan kamu seakan - akan memberitahukan bahwa aku tidak serius? Aku yang telah mencoba mencari penghasilan dan kamu berkata aku masih tidak serius? Di mana kamu taruh bahwa kamu juga mencintai aku? Apakah aku hanya sesuatu yang hina? Ataukah semudah itu kamu dapat dibujuk, dengan pernyataan bahwa ada orang lain yang menyukaimu? Iya, kenyataan telah menunjukkan hal tersebut, kini aku merasa begitu hina dan kamu tertawa begitu girang, tidak tahu bahwasanya aku memendam luka.
Huaaa... Tidak aku sangka mata aku berkaca - kaca. Waktu telah menunjukkan 30 menit menuju masuk kelas yang berikutnya. Waktunya aku turun.
Sesampai aku di kelas.
"Dari mana kau, Malik?" tanya Rius.
"Heee? Keliling kampus aja."
"Keliling kampus atau keliling perpus?" goda Munik, teman aku yang kemarin - marin meminta akuÂ
"Gendeng kau, Nik."
"Duhhh, yang ambis beda yaaa." goda Sien, seorang teman perempuan aku, berkerudung dan teman 'dia' yang sebenarnya aku berencana untukku lamar, semoga aja benaran bisa, aamiin.
"Eeehhh, Sien."
"YAAAHHH!!! Si Malik langsung senyum - senyum sendiri lihat Sien." teriak Munik