Karyawan adalah asset terbesar di Era Ekonomi Digital. Mampukah Indonesia menghadapi tantangan menyiapkan dan mensuplai kebutuhan  SDM TIK secara serius? Padahal kita mempunyai modal generasi Y dan Z yang tidak perlu dilatih sudah punya basic jago di smartphone. Mampukah SDM Indonesia merebut peluang sebesar-besarnya bagi Negara? Tanpa harus menghujat siapa yang salah dan TKA yang sudah terlanjur datang?
Mengubah mindset old Thingking ke New Thingking bersama, bukanlah hal yang mudah. Ditengah globalisasi yang terus merubah dunia. . Dimana orang tidak lagi membeli Garmin GPS system untuk mobil, tidak membutuhkan teller karena asyik menggunakan ATM dan mobile banking, tidak lagi menyerbu bis karena ada pesawat yang selisih sedikit dengan bis karena butuh kenyamanan dan kecepatan?
Pikirkan, dunia sedang berubah. Perubahan terjadi di mana-mana, di semua bidang, di semua industri, di semua negara. Kalau tidak berubah pasti akan tergilas era Mileniaini. Yang disebut sukses bukan lagi yang paling kaya, paling cakep, paling pintar atau paling kuat. Tetapi mereka yang mampu bertahan dengan perubahan zaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai kekayaan intelektual. Dunia berada dalam genggaman istilah sekarang, semua serba online dengan sekali sentuh.
Kalau jaman dahulu orangtua lebih suka anaknya kuliah di Teknik Sipil dan Perminyakan atau fakultas-fakultas elit lainnya, sekarang begitu lulus siapa yang mau merekrut? Setelah dunia kontraktor tumbang karena krisis moneter. Bahkan lulusan perminyakan menjadi agen asuransi, dan bidang lain yang menjanjikan. Tidak harus selalu disiplin ilmu, kenyataan di lapangan yang memiliki kesuksesan bukan pada disiplin ilmu yang sama.
Apalagi kini SDM SMK, booming saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan kualitas, bahkan tidak sampai 10 tahun Berjaya, justru kini SDM SMK menjadi penyumbang terbesar untuk pengangguran. Pengalaman saya menjadi koordinator PKL pada satu jurusan SMK, dan mengajar selama 5 tahun belakangan ini, miris dengan outputnya serta saat menawarkan kerjasama dengan dunia industri di sekitar Kabupaten.
Bagaimana menyiapkan SDM SMK ditengah mental cengeng, minim kemauan dan minim kompetensi. Seakan sekolah hanya sekedar tuntutan dan lebel saja. Tetapi tidak dibarengi dengan kesadaran dan tujuan akhir masuk ke sekolah kejuruan ini. Padahal kurang apa, selama guru mengajar penguatan kharakter, pembekalan 3 hari pengetahuan kinerja dan mental kerja. Mengikat dengan perjanjian kerjasama yang baik, apa yang terjadi? Hanya dengan praktek kerja lapangan (PKL) selama 3-4 bulan, mereka banyak yang tumbang. Karena capeklah, kerjaan banyaklah, sering bolos, kedapatan merokok, ribut dengan karyawan, bahkan sampai ada yang kriminal, miris.
Lalu bagaimana mereka bisa bersaing ke depannya lagi, kalau baru tingkat PKL saja sudah lemah? Wajar anak-anak daerah kami lebih banyak di tolak industri, daripada daerah lain yang anak-anaknya lebih ulet, tekun dan tahan banting, lebih penting lagi karakter santun dan mau belajar, padahal kami dari SMK besar dengan jumlah siswa banyak.
Secara umum saya perhatikan karakter anak tiap daerah berbeda. Ada yang cerdas tapi kurang tangguh dan kurang ulet plus karakter minus, ada yang biasa saja bahkan cenderung kurang, tetapi mau belajar, tangguh, ulet dan karakter bagus. Padahal kalau itu kita kolaborasikan, akan jadi mutu yang luar biasa. Â Bisakah kita menjadikan SMK yang nobody menjadi somebody? Dari SMK kecil tapi menggigit secara kualitas, dari padaSMK Â besar tapi nol kompetensi. Karena Industri tidak butuh sekolah, tetapi butuh SDM. Ketercapaian dan keterserapan SDM tenaga lulusan SMK saat ini tidak mencapai 3%. Ni jadi PR besar kita semua. Sebelum dunia industry sama sekali tidak memakai SDM tenaga SMK, alangkah sia-sia sekolah SMK diadakan.
BKK (Bursa Kerja Khusus) di setiap SMK rasanya tidak menjadi mesin penyuplai yang baik ke pihak industri saat ini. Bagaimana kerjasama berikutnya ke depan yang layak kita lakukan antara sekolah-industri dan pemerintah? Masih menjadi tantangan ke depan lulusan SMK ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H