Mohon tunggu...
Juli Dwi Susanti
Juli Dwi Susanti Mohon Tunggu... Editor - Guru-Dosen-Penulis-Editor-Blogger

Menulis adalah sedekah kebaikan Yang menjadi obat, therapy, Dan berbagi pengalaman hidup untuk manfaat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Harus Phobia dengan Tenaga Asing?

5 Januari 2017   18:14 Diperbarui: 5 Januari 2017   19:26 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS..COM/KIKI ANDI PATI

Ada apa sih dengan tenaga kerja asing? Mengapa saat ini ramai sekali berita di medsos, di group membahas ini? Bahkan baru-baru ini seorang teman memposting info tentang penangkapan TKA sebuah pabrik batu bata di kampung Cipicung, karena tidak memiliki kitas dan paspor. Lalu apa bedanya TKI kita yang masuk secara illegal di negara lain? Ini sungguh menjadi pemikiran saya.

Sesungguhnya ini adalah tantangan kita. Dengan era MEA dan kesepakatan AFTA yang sudah kita tanda-tangani, apakah mungkin kita bisa menolak kehadiran mereka? Menolak invansi tenaga asing ke Negara kita? Sebelum pembagian raport Desember 2016 kemarin, kami sebagai walikelas 12 SMK yang akan membagi raport, dikumpulkan oleh Wakasek Kurikulum kami. Beliau memberitahukan hasil rapat dinas dengan Dinas Pendidikan Kabupaten, tentang 1,2 juta tenaga asing yang marak diberitakan  akhir-akhir ini benar adanya.

Beliau mengingatkan kepada kami untuk menyampaikan kepada siswa kami kelas 12, untuk lebih waspada dan meningkatkan kemampuan skill menghadapi persaingan 7 tahun ke depan terhadap penyerapan tenaga kerja SMK nantinya. Buat saya sebagai wali kelas benar adanya, sikap yang baik adalah menjawab tantangan itu dengan lebih ke arah intropeksi dan evaluasi diri. Meningkatkan kemampuan dan skill diri bahkan kalau perlu mengup grade untuk lebih baik lagi agar bisa bersaing dengan sehat.

Dalam diskusi dengan asosiasi pengusaha IT dalam grup BKK IT se Jabar, terungkap paparan seorang pengusaha. Dimana tahun lalu beliau diminta untuk menyediakan 50 orang programmer java dalam waktu 1 minggu. Beliau menyatakan tidak sanggup, mengapa? Lulusan SMK dan PT yang jago java pasti sudah bekerja, sedangkan kalau melatih lagi butuh waktu paling tidak 1 bulan. Lalu apa yang terjadi? Perusahaan itu akhirnya mencari SDM dari Negara lain, padahal perusahaan itu perusahaan Indonesia. Artinya apa? SDM kita sendiri belum memadai. Itu adalah permasalahan kita bersama. 

Bukan tidak mungkin ini terjadi pula dalam dunia pendidikan. Banyak sekolah yang sudah mulai menggunakan tenaga asing. Ini membuat saya harus evaluasi dan mengup grade kemampuan diri saya. Untuk bisa bertahan bahkan bersaing di tengah globalisasi modern ini. Atau bukan tidak mungkin juga saya bisa migrasi ke negara lain, kalau kompetensi saya layak sesuai keinginan mereka mengapa tidak?

Ini bukan permasalahan Negara saja.  Kita seluruh stake holder bahkan jadi pemikiran semua warga Negara. Jangan bisanya kita hanya menunggu dan menuntut. Toh kita tanpa Negara bisa kan melakukannya? Mengapa harus menunggu. Globalisasi tidak lagi bisa kita tolak dan pungkiri . Perusahaan ke depan makin berat di tengah upah yang naik terus. Sedangkan yang dibutuhkan adalah SDM yang fight tidak cengeng dan pekerja keras. Banyak para pengusaha mengeluhkan itu.

Di tengah Medsos yang sudah merata, sikap konsumerisme juga mempengaruhi. Banyak anak-anak muda sekarang memiliki mental manja dan kurang realistis dan kurang motivasi kuat untuk maju, kalaupun punya skill kerja tidak mau jauh dari orangtua. Apa saja yang sudah  diajarkan di sekolah, BLK, lembaga kursus dan PT?  untuk mencetak lulusan yang siap pakai dengan mental yang kuat? Ini jadi pertanyaan besar.

Jadi salahkah dengan tenaga asing? Yang ternyata mental mereka lebih kuat untuk itu dari pada SDM kita sendiri. Ini yang kami diskusikan di group BKK TIK ini. Bagaimana menciptakan kandidat-kandidat tenaga kerja yang layak dengan kemampuan kompetensi memadai.  Kalau BKK berhasil memilih tenaga yang bermutu dan bisa mensuplai industri, akan menciptakan link and Match antara dunia pendidikan dan dunia industri di Indonesia.  Dan itu adalah PR kita bersama, bukan lagi hanya sekedar wacana tetapi sudah real action. Tanpa menunggu pihak manapun. Harus dimulai dari kita sekarang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun