Mohon tunggu...
Mishbah KhoiruddinZuhri
Mishbah KhoiruddinZuhri Mohon Tunggu... Dosen - Social Media Listening, Peneliti Media dan Agama, Studi Agama-Agama

membudi dan membudaya untuk mengasah rasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Moderasi dan Toleransi Beragama di Ruang Digital: Diseminasi dan Kontestasi

12 Januari 2023   09:34 Diperbarui: 12 Januari 2023   10:21 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Moderasi beragama merupakan strategi kebudayaan (cultural strategy) untuk membangun kerukunan beragama di Indonesia. Hal menjadi penting dalam rangka mengelola keragaman kebudayaan (ethnicity) dan keberagamaan (religiosity); menangkal pemahaman radikalisme, konservatisme dan fundamentaslime; serta menyinergikan antara beragama, berdemokrasi dan berkebudayaan secara hamonis. Sejak dirumuskan pada tahun 2019, selama tiga tahun program ini dijalankan, pertanyaanya, sejauh mana netizen di media sosial, Twitter, memahami, mendiseminasi, memaknai moderasi beragama dan toleransi beragama?

Artikel ini mencoba melihat respon netizen di media sosial pada tahun 2022. Data diperoleh melalui sistem Social Network Analysis (SNA) yang dikembangkan oleh Drone Emprit. Data dihimpun pada mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2023. Kata kunci yang digunakan adalah moderasi beragama, kerukunan umat beragama, dan toleransi antar agama, dengan pembatasan (filter) pada bahasa Indonesia. Pemilihan kata kunci (keyword) tersebut karena beberapa pertimbangan.  Istilah moderasi beragama sebagai istilah baru belum dikenal luas oleh publik. Pengenalan dan pemahaman isitilah ini masih berkutat di lingkungan kementerian Agama. Meski demikian, berkat sosialisasi dan diseminasi, istilah ini, lambat laun mulai dikenal. Kedua, penggunaan istilah yang sepadan, seperti kerukunan umat beragama dan toleransi antar umat beragama untuk melengkapi keterbatasan jangkauan kata kunci pertama. 

Secara statistik, dinamika interaksi netizen dalam mendiskusikan toleransi mengalami pergeseran nilai dan aksi. Secara nilai (value), toleransi tidaknya dipahami sebagai upaya menghormati dan menerima perbedaan, akan tetapi berkembang menjadi konservasi persatuan dan advokasi kelompok yang terdiskriminasi. Sementara secara aksi (movement), moderasi dan toleransi menjadi kesadaran publik (publik awareness) dan aksi publik (public action) dalam merawat Indonesia dalam bingkai kebinnekaan. 

Data SNA menunjukkan, total interaksi netizen terkait topik ini berjumlah 15,683 status yang diproduksi oleh netizen di twitter. Dimana jumlah mention berjumlah 5,758% (36.71%), reply berjumlah 1,362 (8.68%) dan retweet berjumlah 8,563 (54,60%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat interkasi (interaction rate) yang membuat status dan memberikan umpan balik berupa reply, retweet dan mention cukup dinamis.

Interaksi ini menandakan bahwa toleransi beragama menjadi diskrusus yang dikontestasikan. Terlepas dari konteks dan sentiment, netizen memiliki pemahaman (public mind) bahwa toleransi dan kerukunan beragama perlu dirawat berasama. Bahkan, kerukunan tampaknya menjadi standar nilai dalam interaksi inklusif di ruang digital. Salah satu indikasinya adalah penggunaan kata toleransi dan kerukuan beragama untuk membangun citra baik dan kesantunan. Netizen tidak segan mengkritik siapapun yang mengkespresikan anti toleransi di Twitter sebagai pelaku yang memecahbelah kerukunan umat beragama, seperti penyebaran hoax, propaganda, dan ujaran kebencian.

Keterlibatan netizen dalam diskurus moderasi beragama bisa dilihat dari beberapa aspek. Pertama, intensitas paparan status (exposure) dan jumlah followers. Hal ini untuk melihat siapa saja yang mendiseminasikan dan mendiskusikan topik ini, apakah pengguna dengan jumlah pengikut yang terbatas atau yang memiliki pengikut yang banyak.

Data ini menunjukkan bahwa pemilik akun berjumlah 1001-10K menjadi akun dominan yang berinteraksi di urutan pertama dengan jumlah tweet sebanyak 3,300, diikuti oleh akun dengan jumlah follower 101-500 dengan total tweet sebanyak 3,020, dan akun dengan follower 4-25 dengan total tweet berjumlah 1,157. Akun-akun tersebut memiliki fungsi strategis dalam mengarusutamakan moderasi dan toleransi beragama di ruang digital. Hal ini bisa kita lihat dalam data berikut:

Beberapa akun memposting berita, gagasan dan inovasi kebijakan terkait moderasi beragama. Ada beberapa kategori akun, ada yang merupakan akun personal, lembaga, maupun media. Kolaborasi ini penting agar moderasi beragama tidak hanya menjadi sebuah paradigma, akan tetapi menjadi gerakan sosial (social movement), baik di ruang realitas, maupun di ruang digital.

Lantas, sejauh mana dampak akun-akun yang memiliki follower tersebut ketika menyampaikan pesan moderasi dan toleransi beragama di media sosial? Seberapa besar tingkat keterjangkauan (potential reach) pesan tersebut dikonsumsi oleh netizen? 

Ada dampak jumlah follower terhadap keterjangkauan pesan dikonsumsi oleh netizen. Meski demikian, relasinya dinamis. Sebagai contoh, jika dalam tahap paparan (exposure), pemilik akun dengan follower 1001-10K menempati posisi pertama, akan tetapi dalam keterjangkauannya berada dalam posisi kedua setelah pemilik akun dengan follower 101-500. Ada beberapa kemungkinan dinamika ini terjadi. 

Diantaranya adalah pesan yang disampaikan apakah memiliki (1) kedekatan emosional, primordial, intelektual; (2) seberapa penting pesan tersebut perlu untuk diviralkan untuk kepentingan dan pertimbangan tertentu dan (3) apakah terdapat dukungan untuk pengarusutamaan status tersebut?

 Agar pesan moderasi dan toleransi beragama lebih efektif digemakan, penggunaan hastag menjadi salah satu strategi diseminasi. Ada beberapa hastag yang dilekatkan dengan moderasi dan toleransi. Anatara lain: #ModerasiBeragama (584); #IslamKaffah (455); #GenerasiMudaPimpinPerubahan (411); #SelamatkanGenerasidenganIslam (410); #IslamSelamatkanGenerasi (362); #BijakBermedsos (294); #KitaPancasila (294); #IndahnyaPersatuanDalamKeberagaman (290); #BNPTBentengiSekolah (213); #BangkitBersamaET (169); #FeminismeMerusakGenerasi (161);  #Opini (155); #KapitalisasiPemuda (149); #PahamiIslamKafah (147); #PotensiGenerasiDibajak (140); #BNPTGandengAlAzharMesir   (122); #GanjarPranowo (114); #Fokus (103); #SANTRIGAYENGNUSANTARA (96); #KolaborasiBNPTPesantren (95); #Moderasi        (94); PenjagaNKRI (91); #GanjarKita (87); #GusYasin (82); #SahabatGanjar (76); #PanglimaSGN (75); #ProfesionalWujudkanKeamanan (71); #Santri (66); #Tsaqafah (64); #PemudaMuslim (52); #PahamiIslamKaffah (50);       #papuaindonesia (47); #NU  (40); #anies              (31); #KemenagRI (17); dan lain sebagainya.

Hastag memberi sebuah data menarik tentang motif dan orientasi di balik penggunaan narasi moderasi beragama. Diantaranya adalah untuk menjelaskan agenda kerukunan beragama, infiltrasi ideologi, konter narasi, penegasan identitas sampai pembangunan opini dan citra di ruang publik digital.

Ada tiga influencer utama dalam pengarusutamaan moderasi beragama. Antara lain kementerian agama, NU Online dan beberapa lembaga di bawah kementerian agama seperti Bimas Islam, media seperti Muslimahnewscom, dan beberapa akun pribadi.

Selain dukungan, ada konter narasi (counternarrative) terhap moderasi beragama. Ada beberapa narasi yang disampaikan, pertama, moderasi beragama sebagai sekurelisasi Islam, akun Nisa Saadah (@saadah_nida) menarasikan bahwa moderasi beragama menjadi ancaman bagi pemuda muslim karena merupakan bagian dari sekulerisme ("Soelijah on Twitter" n.d.)

Kedua, moderasi beragama bagian dari strategi Barat terhadap Islam. Akun @anamuslimah000 beranggapan bahwa moderasi beragama memiliki dampak negative terhadap Islam dan potensi kebangkitan Islam. Ia menganggap bahwa moderasi beragama merupakan bagian dari inisiasi Barat ("EmakImut on Twitter" n.d.)

Ketiga, kritik terhadap komitmen kebangsaan. Akun @Uti65352912 menyatakan bahwa komitemen terhadap paham kebangsaan merupakan bagian dari ketundukan terhadap sekulerisme, yang memiliki dampak negative terhadap nasionalisme (Uti [@Uti65352912] 2022).

Ketiga konter narasi (counternarrative) menolak moderasi beragama memiliki kecendrungan. Pertama, narasi yang dibangun adalah menyatakan bahwa moderasi beragama merupakan produk barat, sekulerisasi dan meneguhkan konsep nasionalisme. Kedua, menggunakan hastag hastag yang sama, #GenerasiMudaPimpinPerubahan dan #SelamatkanGenerasidenganIslam. 

Ketiga, beberapa menggunakan akun anonim, meskipun ada yang menggunakan akun real yang memungkinkan ditelusuri identitasnya. Keempat, akun memiliki jumlah follower terbatas, dua akun memiliki follower antara 1-10 follower (@Uti65352912 dan @anamuslimah000) yang baru dibuat di bulan Juni 2022, dan lainnya memiliki follower berjumlah 4,785 (@saadah_nida), bergabung di Twitter sejak Desember 2018.

Bagaimana jalan kedepan moderasi beragama di ruang digital? Ada beberapa hal yang mungkin perlu dikembangkan. Pertama, setelah moderasi beragama berhasil diperkuat di internal satker Kementerian Agama, diseminasinya secara massif di masyarakat perlu dilakukan dengan berkolaborasi dengan mitra strategis, baik dari elemen Kementrian/Lembaga lain, institusi pendidikan, pesantren, majlis taklim dan gerakan sosial. 

Kedua, penguatan narasi di media sosial, melalui diseminasi konten moderasi beragama, baik dengan pendekatan yang persuasi maupun yang konter naratif. Ketiga, menyelenggarakan Training of Trainer untuk Duta Moderasi dari lintas bidang, profesi dan usia, yang bertujuan membantu konservasi pemahaman agama yang toleran dan melakukan transformasi pemahaman dan praktik keagaman konservatif menjadi moderat, baik dalam beragama, berdemokrasi dan berkebudayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun