Oh ya, Sonne itu sendiri sebenarnya adalah sebuah kapal laut penelitian buatan Jerman yang dijejali dengan berbagai fasilitas canggih Universite de la Mer. Dan ternyata Cincin Merah itu adalah bentuk mentari yang sedang tenggelam di ufuk Barat cakrawala, dimana ia terlihat seperti sebuah cincin berwarna merah indah...
Begitu banyak hal-hal baru yang aku dapatkan ketika berlayar bersama Sonne. Ya, dengan membaca buku ini, akupun seolah-olah terbawa ke dalam Sonne dan ikut bahu membahu dengan Bli Andi dalam petualangannya. Aku hanyut sehanyutnya dan sangat menikmatinya dan rasanya tak sabar untuk kembali berlayar dengan Sonne. Aku ikut bergoyang dan menari dengan Sonne, tapi untunglah aku tak sampai terkena mabuk laut, suatu hal yang hingga akhir pelayaran masih diderita oleh penulis (poor him).
Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari buku ini selain dari hukum laut dan melukis dasar samudra. Disini juga diajarkan bahwa walaupun kita melakukan penelitian ini untuk kebaikan, tidak lupa mereka berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjaga kelestarian alam. Salah satu contohnya adalah mengamati mamalia laut. Tidak ada satupun kru dari Sonne yang tidak suka melakukannya, karena kegiatan ini gampang dilakukan, tanpa perlu berpikir, berada di bridgepun sangatlah menarik. Selama proses penelitian diharapkan tidak terlihat adanya mamalia laut yang tampak di permukaan, walaupun mereka sebenarnya terlihat beberapa di LEG 1, dan salah satu hewan yang diamati adalah Ikan Paus. Ketidak munculan Ikan Paus di permukaan adalah pertanda semuanya baik-baik saja.
Konon khabarnya gelombang yang dipancarkan untuk mengukur dasar laut dapat mengganggu paus dan lumba-lumba, dan ini tidak diperkenankan oleh lembaga lingkungan terkait. Jika terlihat adanya paus dan lumba-lumba, dapat disimpulkan bahwa mereka terganggu dengan gelombang dengan gelombang yang dipancarkan dari kapal. Hal ini dikarenakan paus dan lumba-lumba memang memiliki kemampuan untuk menangkap gelombang yang tidak bisa ditangkap oleh manusia biasa.
Disini kita diajarkan bahwa dengan alasan apapun, tidak seharusnya kita, umat manusia sebagai makhluk yang paling sempurna ciptaan-Nya untuk mengganggu makhluk lainnya. Toleransi tinggi sangat dijunjung oleh para ilmuwan ini dan membuatku jadi berpikir ulang, apakah Aku sudah begitu?
Akhiru kalam, aku sangat merekomendasikan buku ini bagi siapapun yang ingin menambah wawasannya, terlebih lagi untuk para nelayan atau siapapun. Karena dengan memahami hukum laut dan batas landas kontinen, kita akan lebih sadar sedang dimana kita ini dan agar tidak melanggar batas wilayah suatu negara. Suatu hal yang saat ini menjadi perdebatan sengit, apakah masih diperlukan batas negara di era Internet ini? Dimana batas-batas itu boleh dibilang sudah hampir tak ada?
Oh ya, nanti kalau sudah mengarungi bahtera dengan Sonne, jangan lupa untuk mampir di halaman Facebooknya ya, yang ada di sini : Cincin Merah di Barat Sonne.
--Menjelang Jum'atan di bulan April yang indah--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H