Mohon tunggu...
Mokhammad Misdianto
Mokhammad Misdianto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah praktisi di bidang Teknologi Informasi khususnya di dunia Penerbangan yang memiliki pengalaman tidak kurang dari 13 tahun. Saat ini sedang menekuni hobby baru di dunia penyelaman di laut terbuka selain tetap menjalankan hobby yang lain yaitu membaca, jalan-jalan dan menikmati makanan enak dan sehat. Sesekali Saya masih sempat untuk nge-wiki.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jas Merah

22 Oktober 2014   14:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jas Merah, frasa kata ini di tahun 60-an cukup banyak dikenal dan dipahami sebagai suatu jargon yang dikenalkan oleh presiden RI yang pertama, Bung Karno. frasa itu sebenarnya merupakan suatu singkatan, yang kepanjangannya adalah JANGAN MELUPAKAN SEJARAH.

Sudah banyak dikenal dan didengar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Dan yang menjadi salah satu bagian dari sejarah Indonesia khususnya dunia penerbangan sipil adalah area bekas bandara KEMAYORAN Jakarta. Area ini masih kurang dikenal oleh generasi Y atau generasi yang lahir setelah tahun 80 atau 90-an, dikarenakan ketika mereka besar, area bandara ini sudah tiada. Bandara yang ada di Jakarta waktu itu adalah area bandara Halim Perdanakusuma dan bandara Soekarno - Hatta.

Merunut sejarah, bandara KEMAYORAN atau yang dulu pernah dikenal dengan call-sign, KMO, berdasarkan standar IATA, berdiri sejak tahun 1940-an yang dibangun oleh pihak pemerintah kolonial Belanda. Dari bandara inipulalah pernah dimulai penerbangan trans atlantik dari Jakarta, aka KMO ke AMS, Amsterdam, Belanda dengan pesawat yang dioperasikan oleh cikal bakal dari perusahaan penerbangan, Air France - KLM sekarang.

Dalam masa perang dunia kedua, bandara ini otomatis diduduki oleh bala tentara Nippon dan dijadikan pangkalan aju militer dan beberapa pesawat peninggalan pemerintahan kolonial Belanda dihancurkan.

Setelah RI mencapai kemerdekaannya, bandara KMO dipakai sebagai salah satu pusat penerbangan sipil dan militer bersama dengan bandara Cililitan atau yang lebih dikenal sebagai bandara Halim Perdana Kusuma saat ini. Dalam beberapa dokumentasi foto yang terpajang di diorama di museum benteng Vrederburg, Yogyakarta, tampak KSAU RI pada masa itu, Bapak Suryadi Suryadarma bersama rombongan tiba di bandara KMO untuk melakukan perundingan dengan pihak SEKUTU dalam rangka pengembalian tawanan.

Dari cerita beberapa pilot-pilot senior Garuda Indonesia, tertangkap kesan bahwa bandara KMO merupakan salah satu kawah candradimuka yang membentuk pilot-pilot penerbangan sipil Indonesia. Banyak kenangan yang tertoreh disana, termasuk cerita-cerita mengenai bagaimana mereka menentukan bangunan-bangunan tertentu di darat sebagai salah satu cek point ketika akan mendarat ataupun tinggal landas dari bandara KMO.

Dan perlu juga diingat bahwa area Bandara KMO adalah tempat pertama diadakannya pagelaran Indonesia Air Show untuk pertama kalinya di tahun 1986 dan saat itu sangat meriah dengan ditampilkannya cikal bakal pesawat terbang buatan anak-anak bangsa, CN-235.

Dari sekelumit cerita di atas terlihat area bandara Kemayoran atau KMO menyimpan sejarah yang sangat panjang dan dalam dan teramat sayang jikalau demi pembangunan area tersebut ditelantarkan dan mungkin hanya dijadikan semak belukar semata tanpa ada upaya yang mendukung pelestarian maupun pendidikan sejarah, penerbangan dan hal-hal lainnya untuk bangsa Indonesia.

Saat ini yang tersisa dari KEMEGAHAN KEMAYORAN adalah jalan Benyamin Sueb yang dulunya adalah bekas RUNWAY KEMAYORAN yang memang saling bersilangan serta 3 bangunan penting yang saat ini sudah tertutup semak belukar, yaitu BEKAS TOWER KEMAYORAN, BEKAS GROUND TOWER KEMAYORAN dan area APRON KEMAYORAN.

Bekas TOWER KEMAYORAN sendiri saat ini sudah coba dilindungi dengan SK Gubernur DKI Jakarta semata Bapak Suryadi Sudirja sebagai BENDA CAGAR BUDAYA. Namun dengan adanya UU Cagar Budaya, nampaknya perlindungan hukum melalui SK Gubernur DKI Jakarta ini saja tidak cukup kuat dan bisa membuat salah satu tonggak sejarah PENERBANGAN SIPIL INDONESIA ini dihancurkan oleh pihak-pihak yang mengutamakan bisnis semata. Terlihat di area Kemayoran cukup subur dengan bangunan2 tower apartemen dan alangkah sayangnya jika di sekitar bekas TOWER KEMAYORAN ini tidak dijadikan ruang terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun