Jika panjenengan (anda-red) adalah pecinta musik atau paling tidak mengikuti arus mainstream dunia musik Indonesia, panjenengan tentu sangat faham dengan band yang bernama Repvblik (sering disebut Republik walau penulisannya dengan huruf “v”. Entah sejak kapan huruf “v” bisa dibaca menjadi “u”. Nanti bisa-bisa video dengan format “flv” dibaca “flu”, “vampir” dibaca “uampir”, “miss-v” dibaca “miss-u”. Kok malah ngomongin huruf “v” dan “u” sih? OK, kembali ke laptop).
Sebenarnya band yang satu ini sudah agak lumayan lama. Paling tidak saya sudah mengenalnya ketika saya masih suka berseragam putih abu-abu, persisnya tatkala saya duduk di bangku kelas 2 SMA. Lagu Repvblik dengan judul “hanya ingin kau tahu” yang dulu sempat menjadi hits di beberapa radio, turut membantu saya menaklukkan hati anak kepala desa yang ndilalah juga tetangga saya (terimakasih Mas Repvublik).
Sebut saja namanya Nana (memang nama sebenarnya). Dia gadis desa yang mirip artis Ibu Kota. Mungkin 11-12 dengan Dian Sastro Wardoyo yang belakangan ngetop lagi lewat mini drama AADC 2014 itu. Hampir semua pemuda desa yang seumuran dengan saya seolah ingin mempersuntingnya. Dasar memang sudah takdir, saya yang waktu itu hanya punya modal gitar, nekat menyatakan cinta dan ndilalah diterima. Matursuwun, duh gusti.
Namun, hubungan asmara kami bubar di tengah jalan. Alasannya sangat absurd dan nyaris tidak bisa saya terima. Pertama, saya diputus hanya dengan secarik kertas, persis dengan cara saya saat menyatakan cinta kepadanya juga dengan secarik kertas. Walaupun selanjutnya saya pertegas melalui kata-kata. Ya seperti orang ijab-qabul begitulah, biar lebih mantep.
Kedua, ini yang membuat saya ndongkol dan mangkel. Karena menurut saya ini adalah keputusan sepihak. Ia menuduh saya selingkuh. Padahal sejauh ini kalau saya selingkuh tidak pernah ketahuan. (Jika ketahuan dan tertangkap basah, pastinya saya legowo). Inilah yang saya anggap tuduhan tanpa bukti.
Tetangga Menjadi Alasan
Ketiga, ini alasan yang menurut saya paling rasional dan membuat saya tidak ngeyel ketika ia meminta putus. Panjenengan semua mau tahu alasannya? Sebenarnya agak wagu sih kalau saya ceritakan. Tapi ya sudahlah, untuk panjenengan semua saya akan bercerita.
Sebenarnya, alasan ini adalah alasan yang bagi sebagaian orang tidaklah menjadi masalah berarti. Tapi bagi kami (saya dan Nana) ini masalah besar, jauh lebih besar daripada persoalan kenaikan harga BBM yang belakangan menjadi Hot Issue. Yup, alasan utamanya adalah karena kami bertetangga. Panjenengan boleh ngeyel atau protes dengan alasan ini, tapi itulah kenyataannya, kami berpisah karena kami bertetangga. Awalnya saya juga nyaris ngeyel seperti panjenengan semua. Tapi, setelah mendengarkan penjelasan yang super lengkap dari Nana (alumni pacar saya), saya hanya bisa mengangguk dan berkata “iya, deal, kita PUTUS”.
Pacaran dengan tetangga memang gampang-gampang susah. Enaknya, panjenengan tidak perlu dipusingkan dengan persoalan uang untuk untuk apel, atau ngajak dia makan, karena untuk apel tinggal jalan kali, untuk makan bisa di rumah masing-masing secara bergantian. Enak bukan? (lebih jelas tentang enaknya punya pacar tetangga sudah secara gamblang dijelaskan oleh Uut Pertama sari lewat lagu populernya, Pacar Lima Langkah).
Namun susahnya punya pacar tetangga adalah anda harus siap dengan omongan para tetangga. Saya jadi teringat dengan perkataan Udin, salah satu teman saya. “Mosok Pacaran Karo Tonggone dewe? Ora kreatif blass”. Setelah saya fikir, omongan Udin ada benarnya juga. Coba panjenengan bayangkan jika panjenengan menikah dengan gadis yang kebetulan adalah tetangga panjenengan. Lantas panjenengan menikah dengan satu tenda, satu pesta, semua dijadikan satu. Karena jika penjenengan memuat pesta dan mertua panjenengan juga menggelar pesta, bisa dibayangkan betapa gaduhnya lingkungan panjenengan. Belum lagi jika saling nanggap dangutan semisal OM Monata atau OM Sera. Pokoke gak pantes blass.