Aku pernah melihat mereka
dua bayangan di bawah atap rapuh,
menjalin janji dalam sunyi,
menghitung lembar rupiah seperti menghitung detik
yang perlahan mencuri harapan.
Pagi datang dengan perut lapar,
anak menangis mencari susu,
sementara ayah diam di sudut rumah
mengunyah kegagalan,
dan ibu memeluk udara,
mencari jawaban yang tak kunjung tiba.
Di meja makan yang kosong,
percakapan berubah menjadi angka,
utang yang tak bisa ditebus,
mimpi yang terlipat di bawah bantal,
dan cinta yang terkikis oleh lapar.
Mereka tak pernah benar-benar bertengkar,
hanya suara yang meninggi seperti harga beras,
hanya diam yang mencekik lebih erat
dari lilitan cicilan yang tak kunjung lunas.
Lalu suatu pagi,
ia bangun dan pergi tanpa kata.
Mungkin mencari hari yang lebih murah,
mungkin mencari waktu yang tak menjelma utang.
Dan di balik pintu yang terbuka,
sebuah keluarga perlahan runtuh
bukan oleh pertengkaran,
bukan oleh kebencian,
tetapi oleh lembar-lembar kertas yang tak cukup
untuk membeli hari esok.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI