Langit Januari, merah menggantung,
seperti lentera yang kau nyalakan di malam itu,
di bawah pohon mangga yang merunduk---
angin membawa suara petasan ke ujung-ujung desa.
Ibu memanggil kita pulang,
menata piring-piring porselen dengan hati-hati,
setiap detik terasa seperti doa,
setiap langkah adalah bisik harapan.
Di atas meja:
jeruk-jeruk tersusun seperti matahari pagi,
kue keranjang lengket di ujung lidah
seperti kenangan yang tak mau lepas.
Anak-anak tertawa,
menggenggam amplop merah dengan jari kecil
yang belum tahu beban angka.
Mereka hanya tahu warna merah adalah bahagia,
dan bunyi lonceng adalah restu.
Malam semakin tua.
Kembang api mekar di langit tropis,
memecah dingin,
menghapus sejenak bayang-bayang musim.
Kita duduk di beranda,
kau menatap bulan,
dan aku bertanya,
apakah ada makna yang lebih sederhana
dari pulang---
ke meja yang penuh cerita
dan hati yang selalu memaafkan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI