Kita, dua gelas kopi yang dingin sebelum diminum,
dua bayang-bayang di trotoar yang saling mendekat,
tapi tak pernah menyatu.
Aku suka caramu menyebut namaku
dengan suara yang seolah tak ingin ia menjadi nyata.
Kamu suka caraku tertawa,
seperti gemuruh hujan yang berhenti di tengah jalan.
Kita saling berbagi langit,
tapi lupa menggambar peta.
Kita berjalan bersama,
tapi masing-masing menyimpan peta yang berbeda.
"Siapa kita?" tanyamu suatu hari,
di antara asap rokok dan napas yang menggantung di udara.
Aku hanya tersenyum---
karena aku tahu, jawabannya bukan milik kita.
Kita adalah selimut hangat di malam yang dingin,
tapi tak pernah cukup untuk pagi.
Kita adalah cerita yang tak pernah selesai ditulis,
tinta yang tumpah sebelum sampai di halaman terakhir.
Mungkin ini cinta,
mungkin bukan.
Yang jelas, kita adalah angin yang saling menyapa,
tanpa tahu kapan akan bertemu lagi.
Jika akhirnya datang,
aku tahu kamu akan pergi tanpa kata,
dan aku akan tinggal dengan sunyi yang tak bernama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI