Wakil Rakyat dan Pensiunnya
Di ujung sidang yang panjang,
seorang anggota DPR tersenyum,
dalam lima tahun tugasnya,
ia telah memetik buah dari pohon yang ditanam sendiri.
Pensiun datang seperti matahari di pagi hari,
menghangatkan tubuhnya yang lelah,
dan terus menyinarinya,
bahkan saat ia tak lagi hadir di gedung itu.
Lalu, apa kabar pegawai negeri?
Mereka menata arsip dari tahun ke tahun,
di antara deretan angka yang tak pernah salah,
mereka menunggu hari tua dengan doa,
mengais sisa hari untuk sepotong roti.
Tapi sang wakil rakyat,
tak perlu menunggu begitu lama.
Pensiun baginya bukan hanya hadiah,
melainkan warisan yang melintas usia.
Jika ia pergi, pensiunnya tinggal,
menunggu istri, menunggu anak,
hingga mereka pun merasa hangat
di bawah matahari yang sama,
dari kerja lima tahun yang berlalu cepat.
Negara tak bertanya lagi,
siapa yang menanggung semua ini,
hanya ada protes yang datang seperti angin,
menyentuh sebentar, hilang seketika.
Di antara ruangan sidang yang kosong,
dunia terus berputar,
dan kita, rakyat yang memilih mereka,
tetap diam, tersenyum getir,
menunggu giliran---
meski tanpa cahaya matahari yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H