Pelajaran dari Uang
Uang bukan cuma soal hitungan,
bukan sekadar angka di layar,
tapi cara kita menyimpan angan.
Bukan soal berapa banyak yang datang,
tapi berapa yang tetap tinggal,
di kantong, di kepala, di hati yang rawan.
Financial IQ katanya.
Angka berbisik di lembaran kertas,
laporan keuangan yang pura-pura tenang,
pemasukan yang malu-malu,
dan pengeluaran yang gemar bersuara.
Aku pelajari pelan-pelan,
seperti menghitung bintang
yang jatuh satu-satu di langit pajak.
Aset dan liabilitas,
katanya, dua kata ajaib.
Aset menghasilkan uang,
liabilitas membuangnya---
seperti janji yang sering dibisikkan,
tapi jarang ditepati.
Setiap kali mau beli,
aku bertanya pada dompet:
"Aset atau liabilitas?"
Tapi dompetku sering diam,
seperti terjebak dalam pilihan hidup.
Lalu mereka bilang,
investasikan pikiranmu,
belajarlah dari keraguan yang tumbuh
dalam diri sendiri.
"Bagaimana cara membelinya?"
katanya,
pertanyaan yang mengajariku
untuk tidak sekadar menatap etalase,
tapi juga mencari pintu belakang
yang tersembunyi di balik kesibukan.
Dan bisnismu,
uruslah bisnismu,
meski bukan bisnis nyata.
Uang yang kamu simpan
adalah bisnis yang terus bekerja
meski matamu terpejam.
Saham, real estate, obligasi---
kertas-kertas itu diam,
tapi diamnya berbuah,
seperti pohon yang sabar menunggu hujan.
Aku belajar dari uang,
bahwa bukan sekadar menghitung,
tapi memilih kapan berhenti,
dan kapan bertanya lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H