Uang dan Hidup yang Terasa Ringan
Uang, kata mereka,
adalah tujuan,
tapi kau tahu, itu hanya alat.
Seperti peta yang menuntun langkah,
tanpa arah yang jelas,
kau hanya berjalan dalam lingkaran.
Bapak bekerja keras,
mengumpulkan harta hingga menumpuk,
tapi ia lupa menabung waktu,
menyimpan senyum,
membeli tawa anak-anaknya yang kian hilang.
Kini, saat kekayaan memenuhi ruang,
ia merasa hampa,
karena lupa,
uang hanya alat, bukan kebahagiaan.
Gaji pertama datang,
tanganmu gemetar,
handphone baru atau reksadana?
Kebingungan mengisi kepala,
tapi bukankah keputusan ini kecil,
dalam cerita besar hidupmu yang panjang?
Ada yang memilih konsumsi,
ada yang menabung mimpi,
memikirkan masa depan dengan pandangan jauh.
Kau bukan ekonom,
katamu.
Tapi apa bedanya?
Aku tak mau tahu,
sementara Kau,
duduk sejenak di depan layar,
menggali ilmu dari webinar dan artikel yang berserakan.
Kini, ia melihat tabungannya tumbuh,
sementara Aku masih menghitung hari.
Jangan takut gagal,
katamu pada cermin.
Saham turun, dompet kempis,
tapi di balik angka-angka yang jatuh,
ada pelajaran berharga.
Mungkin setahun lagi,
keuntungan akan datang,
seperti bunga yang tumbuh pelan di sela-sela retakan.
Dan kau tahu,
tak ada yang instan,
kehidupan seperti proses menanak nasi,
butuh kesabaran,
butuh api yang pas.
Cepat kaya hanya ilusi,
seperti bayangan di atas air.
Kau menunggu,
menunggu dengan sabar,
hingga akhirnya,
hidup terasa ringan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H