Susu Ikan
Ikan di laut
berenang menuju pabrik,
dalam sunyi ombak yang lelah.
Di dalam kotak-kotak karton,
mereka berubah menjadi susu,
menunggu diminum anak-anak yang tak pernah melihat laut.
"Minumlah," kata nelayan tua
yang tangannya mengiris jaring-jaring mimpi,
"ini bukan hanya susu, ini lautan yang kau hirup,
protein dari gelombang yang tak pernah tidur."
Susu ikan disajikan di meja-meja
yang tak mengenal bau asin
atau lengking suara burung camar,
di rumah-rumah jauh dari dermaga,
di kota yang sibuk menghitung waktu
tanpa memikirkan laut yang menua.
Setiap tegukan adalah cerita,
tentang nelayan yang kini tidur di atas kasur ikan,
tentang ombak yang berhenti mencari pantai,
tentang laut yang dihidangkan dalam karton,
di tangan anak-anak
yang menelan masa depan bersama tetes terakhir.
Susu ikan,
hilang rasa asin,
tinggal cerita nelayan tua
yang menjelma gelombang
di bibir kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H