Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Susu Ikan

18 September 2024   18:00 Diperbarui: 18 September 2024   23:32 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Susu Ikan

Ikan di laut
berenang menuju pabrik,
dalam sunyi ombak yang lelah.
Di dalam kotak-kotak karton,
mereka berubah menjadi susu,
menunggu diminum anak-anak yang tak pernah melihat laut.

"Minumlah," kata nelayan tua
yang tangannya mengiris jaring-jaring mimpi,
"ini bukan hanya susu, ini lautan yang kau hirup,
protein dari gelombang yang tak pernah tidur."

Baca juga: Puisi: Ikan Asap

Susu ikan disajikan di meja-meja
yang tak mengenal bau asin
atau lengking suara burung camar,
di rumah-rumah jauh dari dermaga,
di kota yang sibuk menghitung waktu
tanpa memikirkan laut yang menua.

Setiap tegukan adalah cerita,
tentang nelayan yang kini tidur di atas kasur ikan,
tentang ombak yang berhenti mencari pantai,
tentang laut yang dihidangkan dalam karton,
di tangan anak-anak
yang menelan masa depan bersama tetes terakhir.

Susu ikan,
hilang rasa asin,
tinggal cerita nelayan tua
yang menjelma gelombang
di bibir kota.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun