Pesawat yang Tak Pernah Mendarat
Aku duduk di atas pesawat,
menuju sebuah tujuan yang pernah kuimpikan.
Langit biru dan awan putih,
melambai tanpa jeda, tanpa suara.
Di luar, dunia bergerak,
tapi di sini, waktu seakan membeku.
Kursi ini nyaman,
seperti kesuksesan yang pernah kupikir abadi.
Tapi mengapa rasanya ada yang hilang?
Mengapa jendela yang membingkai pemandangan indah
malah jadi penjara yang mengunci diri?
Di bawah sana,
rumah-rumah kecil dan jalanan yang dulu kujelajahi,
tak lagi memanggilku pulang.
Tujuan yang kutuju,
seperti bayangan yang semakin pudar,
tak pernah kutemui,
tak pernah kujangkau.
Pesawat ini tak pernah mendarat,
terus melayang di langit tanpa batas,
seperti pencapaian yang kugenggam
namun tak pernah benar-benar kumiliki.
Kebahagiaan, katanya,
adalah tujuan akhir dari perjalanan ini.
Tapi aku tahu,
kebahagiaan itu seperti ombak,
menerjang, menyapu,
lalu hilang tak berbekas.
Dan aku,
masih di sini,
duduk dalam pesawat yang tak pernah mendarat.
Mungkin,
aku harus belajar
menemukan makna di antara awan-awan ini,
di antara kursi-kursi kosong yang mulai kuhafal bentuknya,
mungkin,
aku harus belajar
bahwa hidup bukan hanya tentang sampai di tujuan,
tapi tentang bagaimana aku menikmati perjalanan
tanpa akhir ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H