Dulu, kita selalu menunggu
kibasan raket, tepukan shuttlecock
yang menggantung di ujung harapan
seperti bendera yang ingin berkibar.
Tapi kali ini,
medali emas jatuh di pundak lain.
Di atas panggung,
seorang lelaki mengangkat dunia,
dengan kekuatan yang disimpan dalam diam,
mematahkan batas,
seperti gunung yang tak pernah lelah tumbuh.
Dan di dinding batu,
tangan-tangan yang mencakar langit
menyentuh kemenangan,
diiringi napas yang tertahan,
saat kaki-kaki menginjak angin
dan jari-jari menggenggam awan.
Tak lagi kita hanya menunggu suara pukulan
dari lapangan hijau.
Kini kita belajar dari besi dan batu,
dari kekuatan yang tak terlihat
di balik otot yang meregang,
di antara jemari yang terus merayap.
Medali emas bukan lagi monopoli.
Ia kini milik mereka yang tak dikenal,
dari mereka yang mendaki,
dan mengangkat lebih dari sekadar beban.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI