Dalam dunia keuangan, keputusan yang rasional seringkali dianggap sebagai kunci kesuksesan.Â
Namun, kenyataannya, manusia seringkali terjebak dalam pola pikir yang lebih kompleks dan terkadang tidak rasional, yang dapat memengaruhi pengelolaan keuangan pribadi mereka.Â
Salah satu fenomena yang sering muncul dan mempengaruhi keputusan keuangan kita adalah mental accounting.
Apa Itu Mental Accounting?
Mental accounting adalah kecenderungan manusia untuk membagi-bagi uang ke dalam kategori-kategori tertentu dalam pikiran mereka, dan kemudian memperlakukan uang tersebut secara berbeda berdasarkan kategori tersebut.Â
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Richard H. Thaler dalam bukunya yang berjudul "Mental Accounting Matters" pada tahun 1999.Â
Menurut Thaler, kita cenderung membuat "akun" virtual dalam pikiran kita untuk berbagai tujuan keuangan, seperti tabungan darurat, tabungan liburan, atau bahkan uang belanja sehari-hari.
Dalam konteks ini, seseorang mungkin memperlakukan uang yang mereka terima sebagai bonus atau tunjangan hari raya (THR) dengan cara yang berbeda daripada uang yang mereka peroleh dari gaji bulanan mereka.Â
Uang bonus atau THR seringkali dianggap sebagai "uang tambahan" atau "uang bebas", yang dapat digunakan untuk keperluan konsumtif tanpa perasaan bersalah.
Dampak Mental Accounting dalam Pengelolaan Keuangan Pribadi
1. Pemborosan dan Konsumtif
Salah satu dampak utama dari mental accounting adalah mendorong perilaku pemborosan dan konsumtif.Â
Ketika seseorang menganggap uang bonus atau hadiah seperti THR sebagai "uang tambahan" yang terpisah dari pendapatan utama mereka, mereka cenderung lebih liberal / boros dalam pengeluarannya.