Pro dan kontra terhadap tradisi membangunkan sahur masih sering terjadi. Namun, dalam Islam, mengajak sahur atau beribadah adalah hal yang baik.Â
Ada aturan adab yang harus diperhatikan ketika membangunkan sahur atau mengajak orang lain beribadah. Tapi, bagaimana pun, tradisi membangunkan sahur adalah bagian dari identitas budaya yang melekat kuat pada masyarakat di banyak negara Muslim.
Di balik kontroversi dan perbedaan pandangan, tradisi membangunkan sahur adalah suatu bentuk kebersamaan dan kepedulian antar sesama muslim. Itulah yang membuatnya begitu berharga dan layak dipertahankan.Â
Momen-momen seperti ini juga menjadi pengingat akan betapa beruntungnya kita memiliki budaya yang kaya dan meriah di bulan Ramadan. Maka, mari kita nikmati dan lestarikan tradisi ini dengan penuh kehangatan dan saling pengertian.
Kembali ke Akar Tradisi
Untuk lebih memahami signifikansi dan kedalaman tradisi membangunkan sahur, kita perlu melihatnya dari perspektif sejarah dan budaya. Tradisi ini bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan telah tertanam dalam budaya masyarakat sejak zaman dahulu kala.
Di masa Rasulullah Muhammad SAW, membangunkan sahur merupakan praktik yang sangat dianjurkan.Â
Rasulullah sendiri pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang sahur." (HR. Ahmad).Â
Dari hadits ini, kita dapat memahami betapa pentingnya menjaga tradisi sahur sebagai bagian dari ibadah Ramadan.
Namun, bentuk membangunkan sahur bisa berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan dan budaya masyarakat setempat.Â
Di Indonesia, teriakan dan tetabuhan memang menjadi cara yang paling umum digunakan untuk membangunkan sahur, terutama di desa-desa.Â
Namun, di negara-negara Arab atau Timur Tengah, tradisi ini mungkin lebih tenang, dengan panggilan azan yang berkumandang di masjid-masjid sebagai tanda dimulainya waktu sahur.