Bayangkan karyawan di Divisi Pemasaran PT. AB menerima kupon makan senilai Rp3.000.000 setiap bulan, karena banyak dari tugas mereka dilakukan di luar kantor.Â
Berdasarkan PMK 66/2023, batas nilai kupon makan yang tidak dikenakan pajak adalah Rp2.000.000.Â
Oleh karena itu, pajak akan dikenakan pada selisih antara nilai kupon yang diberikan dan batas nilai yang ditetapkan.
Dalam kasus ini, karyawan akan dikenakan pajak atas selisih Rp1.000.000 (Rp3.000.000 - Rp2.000.000).Â
Meskipun perhitungannya sederhana, namun dalam implementasinya, perusahaan harus memiliki sistem yang efektif untuk menghitung pajak pada setiap fasilitas yang diberikan kepada karyawan.
Tantangan dan Kontroversi
Namun, tidak bisa diabaikan bahwa aturan pajak natura juga membawa sejumlah tantangan dan kontroversi.Â
Salah satu isu utama adalah kompleksitas peraturan perpajakan.Â
Terkadang, perhitungan dan kategorisasi fasilitas yang dikenai pajak dapat menjadi rumit dan membingungkan, terutama bagi perusahaan dengan jumlah karyawan yang besar dan beragam.
Selain itu, masalah konsistensi juga muncul. Terkadang, aturan pajak natura di tingkat provinsi atau kabupaten dapat berbeda dari aturan di tingkat nasional, yang dapat menyebabkan ketidakpastian dan kesulitan dalam penerapan.
Harmonisasi Aturan Perpajakan
Pentingnya harmonisasi aturan perpajakan di semua tingkatan tidak bisa dikesampingkan.Â
Konsistensi dalam aturan akan meminimalkan ambiguitas dan potensi penyalahgunaan.Â