Belakangan ini, International Monetary Fund (IMF) menyampaikan pandangannya terkait hilirisasi tambang, khususnya nikel, dengan menyebutnya sebagai kerugian bagi negara.Â
Banyak dari kita mungkin berpikir, dari mana asal informasi tersebut dan bagaimana dapat mengabaikan manfaat yang jelas dari proses hilirisasi yang telah kita lakukan?
Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi argumen yang mendukung hilirisasi tambang nikel sebagai pencipta nilai tambah yang tinggi di negara kita, serta relevansinya dalam mencapai pemerataan pertumbuhan ekonomi dan kedaulatan bangsa. Â
Hilirisasi Tambang
Sebelum kita membahas lebih lanjut, mari kita pahami apa yang dimaksud dengan hilirisasi tambang.Â
Hilirisasi adalah proses pengolahan atau pemrosesan tambang menjadi produk setengah jadi atau barang jadi sebelum diekspor.Â
Dengan melakukan hilirisasi, negara dapat menciptakan nilai tambah yang signifikan dari sumber daya alam yang dimiliki.
Penciptaan Nilai Tambah yang Tinggi melalui Hilirisasi
Terdapat beberapa fakta yang perlu diperhatikan sebelum mengevaluasi pernyataan IMF terkait potensi kerugian negara dalam melaksanakan hilirisasi tambang.Â
Data menunjukkan bahwa sejak dilakukannya kebijakan hilirisasi pada tahun 2017-2018, ekspor nikel Indonesia yang semula berupa komoditas mentah berhasil berubah menjadi produk setengah jadi dan barang jadi pada tahun 2022 dan kuartal pertama tahun 2023.
Ini menandakan adanya penciptaan nilai tambah yang signifikan di dalam negeri.
Dalam periode tersebut, ekspor nikel mengalami peningkatan pesat dari hanya sekitar 3,3 miliar dolar AS menjadi hampir 30 miliar dolar AS.Â