PEMBAHASAN
SEJARAH HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Untuk sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Adriaan Bedner dan Stijn van Huis menjelaskan: "Sebelum tahun 1974 penduduk Indonesia adalah tunduk pada berbagai peraturan perkawinan yang diwarisi dari pemerintah kolonial. Dengan cara yang biasanya bersifat pragmatis, Pemerintah kolonial tidak pernah berusaha untuk membawa semua warga negara di bawah satu undang-undang, melainkan hanya ikut campur dalam perihal keluarga jika dibutuhkan oleh tekanan eksternal, semisal dari gereja di Belanda yang ingin peraturan khusus untuk seluruh umat Kristen mereka di Hindia Belanda."9 Detail dari pluralisme hukum perkawinan tersebut juga terdapat dalam Penjelasan Umum dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Nomor 2, sebagai berikut:
a. bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum yang telah diresipiir dalam Hukum Adat;
b. bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;
c. bagi orang-orang Indonesia Asli yamg beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonatie Christen Indonesia (StbI. 1933 Nomor 74);
d. bagi orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
e. bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku Hukum Adat mereka;
f. bagi orang-orang Eropa dan warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan yang dsamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Ketujuh hukum perkawinan tersebut, jika disimpulkan maka akan terdapat empat sistem hukum perkawinan, yaitu: (1) hukum perkawinan adat, (2) hukum perkawinan Islam, (3) KUHPerdata (BW), dan (4) Huwelijks Ordonnantie Christen-Indonesiers (HOCI). Oleh karena itu, pembahasan berikut akan terfokus pada empat sistem hukum tersebut.
Pencatatan perkawinan diperlakukan penting karena:
1. Menetapkan legalitas pernikahan: Pencatatan perkawinan menetapkan legalitas pernikahan di mata hukum. Tanpa catatan resmi, sulit untuk menentukan apakah suatu pernikahan sah atau tidak.
2. Memberikan bukti hukum: Pencatatan perkawinan memberikan bukti hukum tentang pernikahan, seperti kapan dan di mana pernikahan dilangsungkan, dan siapa yang menikah.
3. Menjamin hak-hak pasangan: Pencatatan perkawinan membantu menjamin hak-hak pasangan dalam pernikahan, seperti hak waris, hak asuransi, dan hak pensiun.
4. Mengurangi kesulitan administratif: Pencatatan perkawinan juga dapat mengurangi kesulitan administratif dalam memperoleh dokumen resmi dan layanan pemerintah lainnya yang memerlukan bukti pernikahan