Kalimantan Timur sudah di nyatakan sebagai Ibu Kota Negera baru oleh Presiden Republik Indonesia, tepatnya di Penajam Pasir Utara (PPU) tentunya hal ini banyak yang menyambut dengan suka cita dan ada juga menyatakan rasa kecewa, tapi itulah dinamika kehidupan, siapa yang memimpin siapa yang berkuasa, siapa yang dipimpin siapa yang menerima, sebagai warga negara yang baik kita wajib mengikutinya asalkan tidak bertentangan dengan syariat Agama.
Di Kalimantan Timur, terdapat penduduk Asli, ada dayak, ada banjar, ada kutai, namun sekarang seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan tentunya hampir semua suku di seluruh Indonesia ada di Kalimantan Timur.
Suku di Kalimantan Timur
Kali ini saya coba mengangkat tentang suku Dayak yang ada di Kalimantan Timur, sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di Samarinda Kalimantan Timur, saya banyak bergaul dengan suku Dayak, bahkan kebun saya di Safari 2 Kutai Kartanegara di kelilingi saudara-saudara Dayak.
Saya memiliki seorang ayah kelahiran Martapura, Kalimantan Selatan dan Ibu dari Kutai Kartanegara (Tenggarong), tentunya sebelum perpindahan Ibu Kota Negara ada baiknya mengetahui suku-suku apa saja yang ada di Kalimantan Timur sebagai penduduk Asli dengan berbagai adat istiadatnya, ada suku Banjar, Ada Suku Kutai, ada suku Paser.
Rumpun Suku Dayak
Untuk Kutai Barat  ada Suku Tunjung, Suku Benuaq, suku Bentian,  Suku Busang, Suku Ohong, Suku Penihing, Suku Punan.
Untuk Kutai Timur ada suku Modang, Suku Basap, dan banyak suku-suku yang saya sudah lupa dari kelompok mana, seperti Suku Punan Sului, Suku Punan Beketan, Suku Punan Murut, Suku Badeng, Suku Bakung Metulang, Suku Merab, Suku Wehea, dan banyak lagi suku-suku lain, kalau tidak salah masih terdapat lebih 50 suku lagi, namun mereka terdiri dari beberapa rumpun, jadi satu rumpun bisa membawahi beberapa suku.
Orang-orang suku Dayak terkenal dengan hukum adatnya, dan terkenal dengan menjaga hutan agar tetap alami, namun sekarang sudah sangat banyak yang tergerus oleh keserakahan orang-orang kota, saya ingat sekali saat "Banjir Kap" sekian puluh tahun lalu di KalimanTimur, hutan-hutan habis mereka tebangi, dan kebanyakan pengelolanya adalah orang-orang luar Kalimantan Timur.
Kalau kita perhatikan suku Dayak, apabila dia memerlukan sayur, ikan, buah, atau binatang, hanya seperlunya saja, misalkan satu keluarga hanya butuh 3 ekor ikan maka mereka hanya menangkap 3 ekor saja untuk mereka makan, mereka tidak serakah, mereka menjaga kelestarian alam. Sekarang saja terjadi perubahan budaya di pedalaman sana, apalagi dengan pemindahan Ibu Kota nantinya. Ekspansi lahan dan ketimpangan ekonomi ini harus dijaga oleh Pemerintah yang akan berpindah, jangan sampai nanti menimbulkan permasalahan baru karena hukum adat yang berlaku di sutau rumpun.
Hukum adat dan kelestarian alam