Kesiapan dan komitmen untuk berubah di tingkat leader inilah yang berpeluang menjadi inspirasi bagi keseluruhan organisasi. Semua pihak akan terpinspirasi untuk ikut lebih sensitif terhadap masa depan, siap mengeksplorasi berbagai kemungkinan di masa mendatang, dan siap berubah. Itulah lahan yang subur bagi tumbuhnya learning culture dalam skala organisasi.
Dari Filosofi ke Praktis
Membangun learning culture itu mudah karena setiap orang secara alami adalah pembelajar. Yang tidak mudah adalah membangun learning culture di tingkat organisasi atau lembaga; yakni membangun budaya belajar secara komunal, demi tujuan yang sama. Akan lebih mudah ketika seluruh bagian dari organisasi sudah memiliki sense of urgency yang sama terhadap persoalan yang sama. Learning culture bukan semata soal konsep filosofis. Terutama dalam organisasi yang (terlanjur) besar, bicara soal learning culture berarti bicara sistem, organisasi harus menurunkan konsep ke tataran yang lebih teknis. Bagaimana mengawinkan pembelajaran yang bermuatan visi dan misi organisasi dengan konsep pembelajaran yang tepat, dengan materi ajar yang tepat dan dengan metode pembelajaran yang cocok.
Perlu dikembangkan kemampuan memindai masa depan, untuk itu integrasi bahan -- bahan seperti forecasting dan scenario planning dalam pembelajaran leadership, khususnya dalam bahasan mengenai desicion making perlu ada. Sadar pembelajaran terbaik itu adalah dalam bermain dan bermain itu sesungguhnya belajar, maka arah pengembangan pembelajaran melalui gamification untuk mendukung program pembelajaran sudah mulai dijalankan.
Menimbang Manusia -- Key Development Indicators
Sebaik-baiknya organisasi adalah yang berani melepaskan diri dari jebakan orientasi laba (bottom-line trap) atau jebakan Key Performance Indicators yang formal. Kita memerlukan KDI, parameter baru yang lebih mampu menakar perkembangan kualitas hidup manusia. Organisasi perlu memmbuat takaran -- takaran khusus bagaimana kualitas SDM di dalam organisasi mengalami perkembangan. Dan ketika melihat keluar, organisasi juga perlu membuat indikator, sejauh mana masyarakat disekitarnya dan masyarakat sasaran mengalami perkembangan berkat segala yang telah dilakukannya. Â
# 3 Desain Pembelajaran untuk Learning Agility
Konsep atau desain pembelajaran yang mendorong learning agility menjadi perhatian yang perlu dipersiapkan mulai dari sekarang. Fokus literasi pada perkembangan tren terkini, terutama teknologi digital (digital literacy) dan literasi mengenai manusia sebagai pelaku perubahan (human literacy). Sisi kebaruan di lingkungan eksternal yang terjadi secara eksponensial dan berkolerasi dengan eksistensi organisasi harus dijawab tepat oleh SDM yang mumpuni. Salah satu kunci nya adalah kemampuan organisasi dalam mengoptimalkan learning agility para talenta yang dimiliki. Harvard Business Publishing menyampaikan tiga elemen penting dari karakter pembelajaran agile, yaitu
- Pola pikir pembelajar dengan kesadaran bahwa kompetensi sekarang belum tentu sesuai untuk hari esok
- Motivasi belajar melalui engaged learning
- Kemampuan belajar adaptif terhadap tantangan baru
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan organisasi untuk transformasi pembelajaran :
- Mengidentifikasi kebutuhan learning di masa depan secara berkelanjutan sehingga bisa align dengan perubahan
- Menetapkan key principles untuk pembelajaran, diantaranya keseimbangan pendekatan atas -- bawah (employer -- driven) dan bawah -- atas (employee -- driven) supaya fleksibilitas pembelajaran mengakomodasi arahan strategis dewan sekaligus masukan business unit yang melaksanakan program secara rutin. Selain itu menetapkan mekanisme cara penyampaian (delivery) pembelajaran yang tepat (on-job atau off-job)
- Memodernisasi pembelajaran, baik terkait konten maupun medium yang digunakan (kelas, seminar, role play, simulasi, e-learning, webinar, FGD)
- Pentingnya penerimaan pegawai terhadap desain pembelajaran yang dibangun sehingga budaya agile learning dapat tumbuh secara konsisten.
# 4 Tetap Menjadi yang Relevan di Masa Depan
Suka atau tidak suka, masa depan datang lebih cepat daripada yang kita perkirakan. Jika organisasi tidak mau berubah juga dengan cepat, sangat mungkin mereka akan menjadi organisasi dan lembaga yang tidak lagi relevan di masa depan. Dalam situasi seperti itu, yang akan tetap relevan, atau bahkan menjadi pemenang adalah mereka yang mampu membaca masa depan, menyingkirkan aneka bentuk unknwon -- unknowns. Karena itu, hal yang tidak mungkin lagi disangkal adalah sejauh mana sebuah organisasi menjadi organisasi pembelajar (Peter M. Senge 2012), yang bukan hanya mampu melakukan learning sesuatu yang baru, tetapi juga sekaligus unlearning aneka "jebakan sukses" masa lalunya. Di situlah esensi pembangunan culture learning dan learning agility.