Pagi ini, sepulang istriku dari Kalimantan, kubiarkan dia istirahat sekitar lima belas menit, setelah itu ku ajak dia ke kebun yang jaraknya sekitar satu kilometer dari tempat tinggal kami.
Tadi aku sengaja tidak menjempunya di stasiun damri botani, kubiarkan anak tertua ku yang menjemputnya dengan sepeda motor, toh yang dibawa hanya satu traveling bag kecil, karena istriku hanya empat hari di Balikpapan, melihat keadaan rumah kami yang sudah tidak diperpanjang lagi sewanya, dan melihat tanah kami dekat dengan rencana pemindahan ibu kota, karena beberapa hari yang lalu ada yang menghubungi ingin membeli tanah itu.
Tanahnya tidak begitu luas, hanya berukuran 10 x 20, awalnya untuk mendirikan bangunan dan buat santai saja disitu karena tidak jauh dengan dermaga penyeberangan Balikpapan-Penajam, namun karena mutasi lagi Jawa saat itu, sehingga tidak jadi membangun. Dahulu membeli tanah itu seharga Rp. 40.000.000,- dengan sistim mencicil selama empat bulan, jadi satu bulannya sebesar Rp. 10.000.000,-, sekarang ada pembeli yang bersedia membayar Rp. 100.000.000,-, namun dari tetangga di sekitar situ mengatakan, baru beberapa hari yang lalu ada yang berani membeli Rp. 150.000.000,- dengan ukuran yang sama.
Kebetulan sebelum berangkat dari Balikpapan aku sempat berpesan kepada istri tadi malam untuk di belikan nasi kuning iwak haruan, makanan kesukaan ku khas Kalimantan. Ingin sarapan di kebun menikmati kolam ikan, buah dan sayuran yang ada di kebun, istri hampir enam bulan tidak melihat-lihat kebun, aku ingin menunjukan sesuatu kepadanya di kebun.
Kami beriringan melintasi jalan menuju kebun, setelah memarkirkan kendaraan, motor tidak di masukan ke kebun karena rencana tidak terlalu lama di kebun, hanya sekedar sarapan saja.
Pintu pagar kubuka kuncinya, karena memang kebun kami di tembok setinggi 3 meter, dan hanya ada satu pintu untuk keluar masuk, apabila pintu ditutup aktivitas di dalam tidak ada yang mengetahuinya.
Begitu pintu terbuka istri tersenyum melihatnya, sayur mayur dan buah-buahan mulai mekar di dalam poli bag, tidak ada belukar dan alang-alang, karena kemarin sabtu sudah dibersihkan, bawang dayak yang kami tanam di dalam beberapa poli bag sangat subur, belimbing dan rambutan sudah bermunculan bunganya begitu juga dengan lengkeng, mungkin sekitar dua bulan lagi sudah bisa di panen rambutannya, Gazebu sudah bersih dan terdapat galon aqua di tengahnya, namun alangkah kagetnya dia saat melihat kolam ikan, airnya tinggal sejengkal, tidak ada air masuk dari sungai. Ikan nila bermunculan, namun ikan mas yang biasa muncul tidak ada sama sekali, mungkin pada matian.
"Kok air nya tidak ngalir dan tinggal sedikit, pah.?"
"Ia, hari ini kita mau demo, dengan developer yang membangun diatas, karena dia menutup aliran sungai, dia menampung air untuk kegiatan pembangunan di komplek tersebut."
"Kenapa harus demo, kalau bisa dibicarakan baik-baik."
"Kata pemilik pemancingan disini, sudah diperingatkan tapi tidak ada tanggapan, makanya tadi malam papa di hubungi untuk ikut demo."
Di samping kebunku memang terdapat dua belas kolam pemancingan, yang masih digunakan, apabila hari libur banyak pemancing yang menikmati hari libur disini, ada yang kilo angkat ada juga yang jam-jaman.
"Tuntutannya apa,pa.?"
"Ya, di buka kembali atau warga jebol biar dia tidak dapat air."
"Mulai jam berapa demonya.?"
"Sebentar lagi, ini belum pada ngumpul, papa siapkan nasi kuning aja dulu mah, biar ada tenaga buat teriak-teriak."
Selagi asyik menikmati nasi kuning dari Balikpapan, terdengar percikan air keluar dari paralon ke kolam.
"Nah, itu air sudah ngalir, alhamdulillah ... !! istri ku berseru
Bersamaan dengan itu, terdengar di luar tembokku teman-teman pemilik kolam pemancingan pada ramai bercerita, aku menghentikan makanku, dan mencoba berjalan keluar, berkumpul dengan mereka.
Begitu melihat wajahku mereka berkata."Pak, tidak jadi demo, mereka sudah membuka saluran lagi."
"Alhamdulillah." Ucapku
"Kami mau ngecek aliran yang masuk kesini dulu pak, nanti kalau bapak tidak sibuk bisa gabung sama kami."Kata Dudy yang kolam pemancingannya persis didepan tembokku.
"Siap, 86."Kata ku
Bogor, 10112019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H