Perjalanan hidup seseorang tiada yang mengetahui bagaimana akhirnya, sebagai manusia hanya bisa memperkirakan, begitulah kira-kira perjalanan hidup seorang Agus Suparman, usianya sudah mendekati 17 tahun, hanya lulusan Sekolah Dasar, anaknya sangat terkenal nakal di kampungnya, sekolah tidak mau, begitu lulus Sekolah Dasar, berhenti tidak mau melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama, maklum dia adalah anak orang terkaya di kampung Sidodadi itu, dialah satu-satunya anak saat itu yang baru lulus Sekolah Dasar sudah memiliki sebuah sepeda motor trail, di kampungnya boro-boro sepeda motor, sepeda saja baru satu dua orang yang memiliki untuk usia seukuran mereka.
Kerjanya hanya keluyuran, main kesana kemari, merokok, dan kadang-kadang minum alkohol di kampung sebelah.
Agus memiliki dua orang sahabat, namanya Apni dan Teguh, dari kecil mereka sudah berteman, maklum jarak rumah keduanya tidak begitu jauh dengan rumah Agus, hanya selisih empat buah rumah dan tujuh buah rumah saja.
Namun berbeda dengan Apni dan Teguh, Apni dan Teguh tetap bersekolah dan tergolong anak yang memiliki kepintaran di atas rata-rata teman sekolahnya, sekarang mereka duduk di kelas 2 SMA di Kampung Sidodadi.
Sangat sering, Agus mengajak Apni dan Teguh untuk membolos sekolah, mengajak mereka nonton atau jalan-jalan ke pantai keluar kampung mereka saat-saat jam sekolah, namun keduanya menolak dengan cara yang halus, Apni dan Teguh hanya mau nonton atau piknik diluar jam sekolah atau saat libur.
Tapi ini adalah kejadian satu bulan lalu, dan bertahun-tahun sebelumnya, sudah sebulan ini mereka melihat perubahan 180 derajat sikap dan prilaku Agus.
Agus sering ke Masjid, membantu orang tuanya berdagang, ikut pengajian dan mulai belajar bagaimana bacaan-bacaan sholat, sebagai sahabat tentu Apni dan Teguh senang melihat perubahan yang terjadi pada diri Agus, begitupun dengan tetangganya terlebih kedua orang tuanya.
Rasa penasaran membuat Apni dan Teguh menjumpai Agus di rumahnya, namun Agus masih merahasiakannya, ia rajin sholat malam, sholat dhuha, hampir semua orang tidak percaya dengan perubahan sikap dan prilaku Agus terlebih kedua orang tuanya.
Apalagi yang terjadi hari ini saat kami berkunjung kerumahnya, Agus kepada bapak dan Ibunya memohon untuk di pinjami modal usaha sebesar Rp. 10.000.000,- dan diijinkan untuk memakai tanah yang ada tidak jauh dari rumah milik orang tua Agus, dan Agus berjanji untuk mengembalikan secara mengangsur uang pinjaman kepada Bapak dan Ibunya, walau tidak tentu besar angsuran setiap bulannya.
Dari modal itu Agus ingin membuka cucian motor, karena di kampungnya belum ada pencucian sepeda motor.
Betapa bahagia hati kedua orang tua Agus, dia langsung mengambil uang sebesar Rp. 15.000.000,- dan diberikan ke Agus dengan ucapan, ini buat modal usaha dan tidak perlu di kembalikan, Bapak sama Ibu sudah ikhlas dan bahagia Agus sudah berubah, namun Agus hanya mengambil Rp. 10.000.000,- dari orang tuanya dan berkata tetap akan diangsur setiap bulannya.