Awalnya saya tidak tertarik untuk membacanya, bukunya terletak paling pojok dimeja belajar anak saya, sepertinya buku lama, pernah kena air dan di jemur, kertas yang digunakan juga merupakan kertas yang kurang bagus, karena sudah terdapat bercak-bercak kuning, saya buka sembarang, pada halaman 27 pertama saya baca pada bagian tengah, Aristophanes berkata," Asalkan anda memiliki suara jelek menggeledek, pendidikan amburadul, dan perilaku vulgar, anda memiliki karakteristik ideal untuk menjadi politikus yang populer."
Saya sempat terdiam, dari membaca sedikit saya bisa memutuskan, bagus sekali buku ini, tertipu saya dengan penampilannya, kembali saya tutup, dan saya baca judul yang ada di depan, dan mencari siapa penulisnya.
Bambang Haryanto, Komekdiktus Erektus, Dagelan Republik Semakin Kacau !, saya langsung bilang ke anak, papa pinjam bukunya ya, buat bacaan papa di kereta.
Benar sekali saat ini para politikus banyak sekali membuat lelucon, hari ini mereka bilang A, besok mereka bilang B, giliran yang jadi bukan yang mereka dukung, mereka bilang C lagi, yang sangat lucu lagi, mereka seolah tidak merasa berdosa, itu hal biasa dan lumrah dalam dunia politik, walau ada jejak digital sekalipun, disandingkan A,B dan C yang dia katakan yang sangat bertolak belakang dan berlawanan, mereka tertawa, lumrah.
Mereka lupa di akherat kelak, sumua itu di tanya, semua yang mereka ucapkan akan di pertanggung jawabkan, sekecil apapun, politikus sekarang sangat mudah sekali, pantas yang sudah sepuh, yang sudah berkali-kali duduk, yang sudah berkali-kali pindah partai, ingin lagi ikutan, bahkan yang sudah pernah masuk penjarapun ikutan lagi, karena dunia politik memang enak, ngak ada susahnya, uangnya banyak, ngomong apa saja bisa. Ketawa-ketiwi, bahkan saat di tahan KPK dengan tangan diborgolpun mereka tertawa.
Wajar kalau sekarang banyak pelawak ikutan menjadi politikus, karena dunia lawak justru lebih susah dari dunia politik, kalau di dunia lawak, mereka harus membuat materi, harus update dan mengikuti apa yang menjadi tranding saat ini, mereka harus bisa membuat para penonton ketawa, sangat berat menjadi pelawak atau seorang humoris.
Tapi berbeda dengan dunia politik, ngak perlu menyiapkan materi, omong aja dikit dah banyak pendengar atau pemirsa yang ketawa, atau pemirsa dan pendengar marah atau mencaci mereka, ngak ada masalah buat mereka, tidak ada beban.
Komedian dan penghibur legendaris asal Amerika Serikat Will Rogers (1879-1935), pernah merasa putus asa melakoni profesinya, karena ia merasa tersaingi dengan para politikus, sama seperti di Indonesia, "Politikus mampu membuat lebih banyak lelucon secara alami dibanding apa yang saya buat secara sengaja sebagai karya komedi," katanya.
Kwalitas lelocon politikus menjelang 17 April ini sangat meledak, lucu-lucu, ini pendapat saya, kalau anda berpendapat lain, monggo......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H