Saat berkunjung ke rumah sahabat di pelosok Kalimantan Selatan, lama tidak bertemu, rasa kaget dan terharu melihat pemandangan dan kondisinya, teringat akan masa lalu saya di Kota Samarinda Kalimantan Timur 48 tahun yang lalu, di mana masa-masa kecilku bersama teman-teman karibku.
Empat puluh delapan  tahun yang lalu, saat usiaku 6 tahun, hanya kondisi dan tempat yang berbeda, jam lima tiga puluh sore semua anak, istri sudah rapi, dengan sarung dan kopiah di kepala anaknya,  duduk di depan rumah dengan Al-Quran didekapnya menunggu ibunya yang lagi menggunakan mukena, siap siap untuk menuju langgar (kalau disini menyebutnya mushola).
Saya masih mengikuti aktivitas sahabat, yang menurut saya sudah jarang dilakukan di kota-kota besar, bahkan disinipun tidak semua keluarga seperti yang dilakukan karib saya ini.Â
Memasuki surau, yang memisahkan antara wanita dan pria adalah kain panjang putih dan di berikawat mengitari sepertiga dalam ruangan surau, dan berada di pojok sebelah kanan, sedangkan yang lain di gunakan oleh pria.
Kembali saya keluar melihat, tersusun rapi sendal, di tangga surau, sekali lagi saya teringat masa kecil saya dulu, keisengan kami laki-laki kalau melihat sendal seperti itu terutama yang di pakai wanita, kami akan lepas bagian depan dan kami pelinter sampai sendal itu terlipat keatas dan kami masukan kembali kelobangnya, suasana ini menjadi hiburan bagi kami apalagi kalau para wanita itu ingin pulang dari surau melihat sendalnya seperti itu, akan mengumpat.
Satu hal yang sama saya liat saat di dalam surau, ada yang mengaji, ada yang cerita, ada yang santai senderan, sambal menunggu azan magrib, dan tidak ada satu orangpun yang membawa HP, kalau zaman saya dulu tidak membawa HP karena memang HP belum ada.
Selesai sholat kembali menuju rumah, kami duduk diberanda bersama anak-anaknya, ngobrol basa basi, mengenang masa lalu, seraya istrinya menyiapkan makan untuk kami semua.
Hidangan telah tersedia, sekali lagi saya merasakan perbedaan dengan kondisi saya di rumah, saya hanya hari sabtu dan minggu saja menikmati makan bersama keluarga, karena baru sabtu dan minggu kami kumpul semua, satu hal yang sangat berbeda, mereka gantian untuk membaca do`a sebelum makan, karena sahabat saya bilang, hari ini giliran Ahmad yang baca do`a, di rumah saya kalau mau makan baca do`a sendiri-sendiri, kadang sudah masuk dulu makanan baru ingat belum berdo`a, padahal do`a yang pertama di hafal saat kecil adalah do`a mau makan.
Sekali lagi saya terenyuh, saat makan ada suara dering telpon berbunyi, saya lihat HP di taruh diatas buffet ada 5 HP di sana sesuai jumlah orang yang ada di rumah ini, tapi mereka tidak ada yang berdiri untuk mengambil HP yang berbunyi, mereka terus saja makan, setelah selesai makan baru sahabat saya berdiri, rupanya HP nya tadi yang berbunyi, dia lihat kemudian dia taruh kembali di tempatnya.
Selesai makan saya dan sahabat duduk diruang tamu, anak perempuan sahabat saya dan istrinya membersihkan meja makan, anak lelakinya duduk diruang tamu juga yang merangkap ruang keluarga, baru mereka menghidupkan TV dan menontonya.
Saya iri dengan kehidupan sahabat saya, tidak berubah walau zaman ringgit dan dolar ini yang membuat manusia hidup sebagai ular.