Rasa galau yang disarasakan sahabat saya terpancar dari keinginannya yang ingin keluar dari kepengurusan sebuah organisasi yang baru kami jabat selama satu tahun, masih satu tahun lagi masa kepengurusan kami berakhir, tanpa menjelaskan apa penyebabnya, karena sudah dua kali ditanyakan, mengapa ? tetap tidak terjawab.
Saya baru tahu penyebanya setelah satu bulan dia tidak duduk lagi dalam kepengurusan ini.
Menurut saya kurang pas saat itu kalau dia mundur, istilah saya untuk dia "terlalu Cemen." Tentunya dia punya alasan sendiri, dan prinsip yang tidak bisa saya pengaruhi.
Mungkin dia teringat akan sumpah, saat dia selesai mengikuti pendidikan formal, yang berbunyi sebagai berikut :
Saya bersumpah bahwa :
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan kemanusiaan.
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
Bermula dari sebuah "Surat Keterangan Sakit." Yang diminta oleh seseorang teman, dimana saat itu dia dalam keadaan sehat, segar bugar, untuk pertama dikasih, rupanya bulan berikutnya minta surat keterangan sakit lagi, untuk di pakai sebagai senjata pamungkas tidak masuk kerja.
Bermuara dari tidak diberikanya surat sakti "surat keterangan sakit" inilah, dengan "arogansi" nya, seolah dialah "sang penguasa" padahal dia hanya seorang anggota, tidak duduk dalam kepengurusan, walau organisasi kami memang kedudukan tertinggi ada di "tanggan anggota" tetapi secara mayoritas tentunya.
Untuk menjaga hubungan atau "emosi" sesaat atau juga sebuah "harga diri" dia mengundurkan diri. Saya maklum, sayangnya saya mengetahui ini setelah satu bulan dia mengundurkan diri.