Akankah Dituntaskan di Selat Hormuz ?
Dalam tiga bulan terakhir ini konflik antara Iran dengan Amerika dkk memasuki episode baru yang bisa menjurus ke arah perang terbuka. Perang akan pecah jika Iran menutup Selat Hormuz. Iran akan menutup Selat Hormuz jika Uni Eropa merealisasikansangsi embargo financial dan eksport minyak Iran pada bulan Juli nanti. Uni Eropa akan tetap menjatuhkan sangsi (mengikuti sangsi Amerika yang saat ini sudah berlaku) apabila Iran tidak menghentikan program nuklirnya. Dan Iran sudah menegaskan tidak akan menghentikan program nuklir yang menurutnya untuk tujuan damai.
Terlepas dari soal program nuklir dan ancaman penutupan Selat Hormuz, bagi Amerika dan sekutunya, Iran adalah kerikilyang mengganggu proyek internasional Amerika di kawasan itu. Menguasai kawasan Timur Tengah sangat penting bagi Amerika dalam rangka menahan laju India dan China yang sangat bergantung dengan minyak Timur Tengah, sekaligusmengeliminir pengaruh Rusia.
Sejak revolusi para mullah dibawah pimpinan Ayatullah Khoemeni pada tahun 1979 yang menumbangkan sekutu Amerika, Shah Reza Pahlevi, Iran telah menjadi target Amerika. Pendudukan Kedutaan Amerika di Teheran oleh para aktivis mahasiswa pada 4 November 1979 yang diikuti penyanderaan 52 orang diplomatnya selama 444 hari, merupakan peristiwa yang memalukan Amerika dan cukup menjadi alasan untuk memutuskan hubungan diplomatik pada 7 April 1980. Selanjutnya, dengan dalihHAM dan demokrasi Amerikagencar menjatuhkan berbagai embargo, operasi intelegent dan operasi militer.
Pada 24 April 1980, Amerika melakukan operasi militer dengan sandi “Operation Eagle Claw” sebagai pendahuluan penyerangan terhadap Iran. Operasi ini berakhir gagal, 8 anggota militer Amerika tewas dan beberapa ditahan. Penyerangan dihentikan seiring penandatangan Algiers Accords di Aljazair pada 19 Januari 1981. Sehari setelahnya, kedua pihak saling melepaskan tawanan.
Pada3 Juli 1988, Angkatan Laut Amerika meluncurkan missile dari kapal cruiser USS Vincennes dan menghancurkan pesawat Airbus A300B2 milik Iran yang terbang di atas Selat Hormuz. Pesawat komersial berjadwal ini hancur, 290 masyarakat sipil dari 6 negara tewas termasuk 66 anak-anak. USS Vincennes berada di teluk Persia sebagai bagian dari “Operation Earnest Will”. Kepada PBB, Iran mengajukan peristiwa itu sebagai tindakan teroris oleh negara. Amerika menjawab bahwa itu sebagai “insiden yang tidak disengaja”.
Pada Oktober 1992, Amerika menetapkan sangsi atas kecurigaan terhadap Irak dan Iran yang diduga mengembangkan senjata pemusnah masal (WMD). Tahun 1994, Conoco (perusahaan minyak Amerika) menandatangani kontrak investasi minyak dengan Iran sebesar US $ 1 milyar. Merasa kecolongan, pada Maret 1995, Amerika menetapkan embargo total terhadap segala jenis investasi dan perdagangan.
Pada tahun 1993, Amerika mengeluarkan kebijakan “dual containment” dengan menerbitkan ILSA (Iran Libya Sanctions Act), yang berisikan sangsi bagiperusahaan-perusahaan diluar Amerika Serikat yang melakukan investasi di Iran dan Libya senilai diatas 40 Juta US$ setahun. Tahun 1996, kebijakan “dual containment” difokuskan kepada Iran, terbitlah ISA (Iran Sanction Act) yang merupakan pengetatan dari sangsi sebelumnya, yaitu pemberian sangsi kepada setiap perusahaan dari negara manapun yang melakukan investasi lebih dari 20 juta US$ per-tahun dalam industri minyak Iran.
Nuklir Pemicu Sengketa
Pada Agustus 2001, Presiden Bush menandatangani sebuah rancangan undang-undang perpanjangan masa berlakunya ILSA menjadi sebuah Undang-undang resmi. Pada 29 Januari 2002, Presiden Amerika George W. Bush menyebut Iran bersama Iraq dan Korea Utara sebagai negara poros setan "Axis of evil". Bush berupaya menyerang ketiga negara. Rencana serangan ke Korea Utara batal, karena Amerika tidak didukung sekutu dekatnya (Korsel dan Jepang) serta ditentang keras oleh China. Amerika mengalihkan ke Iraq, sambil mengintip Iran.
Tahun 2002 Iran menghentikan kerjasama dengan IAEA dan melarang segala bentuk pengawasan dan inspeksi terhadap program nuklir Iran. Iran beralasan IAEA bekerja tidak jujur dan menjadi bagian dari spionase Amerika dan Israel.
Usai Sadam Husein tumbang, pada Juni 2005, Amerika bersiap menyerang Iran. Persiapan dilakukan dengan mengambil markas di Azerbaijan. Diluar dugaan, Amerika mendapat perlawanan sengit dari kaum pejuang Irak, rencana penyerbuan ke Iran pun ditangguhkan. Amerika kemudian menggunakan kelompok Jundullah untuk melakukan teror dan sabotase terhadap berbagai kepentingan Iran. Dalam aksinya ini, Jundullah berhasil membunuh sekitar 400 tentara Iran. Jundullah sendiri merupakan kelompok militan Islam yang berbasis di Waziristan, Pakistan, yang diorganisir dan didanai Amerika. ABC (the American Broadcasting Company) mengungkapkan hal ini dengan mengutip The Washington Times pada 3 April 2007. Amerika juga mensponsori dan menggunakan kelompok minoritas Ahwazi Arab dan Baluchi untuk melakukan operasi dibawah kendali CIA dan the Joint Special Operations Command (JSOC) hingga tahun 2008. Sasaran utama operasi ini adalah serangan terhadap pasukan Garda Revolusi Iran.
Menginjak tahun 2006, Amerika berhasil menggalang dukungan PBB untuk menjatuhkan sangsi terhadapIran terkait program nuklir. Sejak itu setidaknya ada lima sangsi krusial yang dijatuhkan PBB kepada Iran. Iran menolak mentaati sangsi dengan alasan nuklir Iran untuk kepentingan damai dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri, bukan untuk kepentingan militer sebagaimana yang dituduhkan Amerika dan sekutunya.
Untuk meredakan kecurigaan Amerika dan sekutunya, Iran menawarkan eksport uranium untuk pengayaan di luar negeri, namun ditolak Amerika. Amerika bahkan lebih agresif melakukan berbagai operasi di Iran, terutama operasi intelejen, teror dan sabotase. Korban pertama operasi yang menyasar fasilitas nuklir Iran adalah Ardeshir Hoseynpur, seorang ahli nuklir Iran, yang tewas akibat gas beracun pada Januari 2007.
Berbagai Sangsi PBB Kepada Iran Terkait Program Nuklir
Waktu
Issue
Keterangan
24 September 2005
IAEA mengeluarkan resolusi untuk membawa isyu nuklir Iran ke Dewan Keamanan PBB
5 April 2006
Resolusi DK PBB
Meminta Iran untukdalam waktu 30 hari menghentikan program nuklirnya dan memperbolehkan IAEA untuk melakukan inspeksi
31 Juli 2006