Â
Hari ini adalah ulang tahun dari Majalah Bobo, majalah kenamaan Indonesia yang umurnya tak lagi muda, sudah 43 tahun. Sebentar lagi setelah artikel ini selesai diketik, 14 April berlalu dan... Sudahlah. Salah persepsi pembaca. Tanggal ini dulu tidak hanya menjadi perayaan bagi redaksi Bobo, tetapi juga perayaan bagi warga masyarakat dan anak-anak yang menggemari majalah kelinci itu.Â
Tidak ada motivasi lain bagi anak anak untuk membaca majalah itu pada edisi ulang tahun selain melihat idolanya bertengger di halaman belakang, atau sekadar mendapatkan tas dan kotak pensil baru dari Bobo gratis, tak usah meminta ke orang tua yang mahal mahal, lebih baik beli Bobo saja walaupun mahal harga majalahnya - dua kali normal.
Sejarah majalah ini sangat sangat panjang untuk majalah era modern yang eksis - tolong jangan dibandingkan dengan majalah Intisari sang batu letakan Kompas Gramedia, apalagi Hidup Katolik dan surat kabar Panjebar Semangat. Apalagi banyak majalah Kompas Gramedia roboh terkulai semacam Tabloid Bola. Hai saya takutkan menanti roboh juga karena ada lahan iklannya yang KOSONG, iya KOSONG - karena remaja pria jarang yang rela membeli sesuatu demi idola layaknya wanita.
Â
Bobo benar-benar bertahan sebagai majalah anak universal di tengah arus majalah yang makin terseok dan sesuatu layak anak semakin berkurang. Dibaca dari Sabang sampai Merauke - dengan bukti keberadaan surat dan kiriman Facebook Bobo berasal dari daerah daerah yang saya saja baru tahu setelah lama hidup.
Sekalipun harga majalah ini semakin dirasa mahal dan saya rasa ada waktunya harus diturunkan Kompas Gramedia dengan terpaksa, isinya tak banyak berubah. Palingan dinamika desain grafis dan karakter Bobo yang bergerak terus dinamis dengan modernisasi. Cerita jualan utama dari zaman masih diasuh Bobo Belanda tak berubah, bahkan sampai ikatan dengan Bobo Belanda tak putus dengan hadirnya Bobo Junior untuk anak TK. Majalah ini juga semakin terlihat berwarna dan hidup dengan warnanya, sekalipun lagi lagi ongkosnya tidak semua anak Indonesia bisa menggapainya.
Anda ingat Bona, Rong Rong (sudah tidak muncul lagi sejak 2015, sisa Bona dan teman barunya)? Anda ingat Keluarga Bobo yang riang gembira? Anda ingat Negeri Dongeng? Anda ingat cerpen dan dongeng khas - kadang ada cerita saduran yang nangkring? Kalau pembaca baru, ingat Boleh Tahu versi infografis? Semua masih ada di Bobo.Â
Tetap menjadi bagian dari kisah kasih anak Indonesia. Sampai budaya anak anak menyurati majalah Bobo, mengirim karya ke majalah itu masih eksis. Dianggapnya dengan masuk Bobo bisa dikenal se-Indonesia. Oh, anggapan anak kecil yang terus menghidupkan majalah ini.
Saya hanya berharap majalah ini tetap eksis sebagai majalah top di Indonesia, majalah yang mendidik anak-anak dan tidak boleh sampai keluar jalur. Biarlah beberapa artikel 5 tahunan lalu yang kebanyakan bahas artis remaja menjadi pelajaran agar majalah ini mendidik dan tidak membelokkan anak anak menjadi semakin alay. Sudah jarang hal yang bisa mendidik anak di Indonesia, jarang bacaan bermutu buat anak dan layak disadur untuk guru SD bahkan SMA.