Mohon tunggu...
Mirza Fanzikri
Mirza Fanzikri Mohon Tunggu... -

I am a master student, activist HMI, writer, and trainer.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menunggu Qanun Kesejahteraan Sosial

6 September 2013   16:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:16 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, pembangunan infrastruktur di Aceh telah menduduki tingkatan klimaks, maka pembangunan sosial dituntut untuk menyimbangi pembangunan fisik tersebut. Pembangunan fisik tanpa diimbangi pembangunan sosial ibarat tubuh tanpa ruh. Seperti pembangunan (fisik) rumah sakit tanpa program jaminan kesehatan, pembangunan (fisik) sekolah tanpa mutu dan kualitas pendidikan yang tinggi. Hakikatnya, pembangunan itu harus berdasarkan quality oriented, bukan semata project oriented.

Sehingga, tujuan akhir (destination) dari pembangunan sosial kiranya mampu mendongkrak perekonomian Aceh serta terwujudnya masyarakat yang sehat, berpendidikan, dan bermartabat. Dalam sebuah slogan populer disebutkan: “pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan”. Keduanya saling mempengaruhi.

Pekerja sosial
Pekerja sosial (peksos) merupakan salah satu profesi yang bertanggung jawab atas terlaksana kesejahteraan sosial. Seorang peksos, ia harus seseorang yang telah memiliki dasar pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai pekerjaan sosial yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial (social welfare service).

Untuk memaksimalkan penyelenggaraan qanun kesejahteraan sosial di Aceh, kiranya pemerintah Aceh harus meningkatkan keterlibatan peksos professional di dalamnya. Dengan keterlibatan profesi tersebut, kiranya mereka mampu memberikan kontribusi konkrit dalam menuntaskan masalah sosial dan PMKS secara sistemik dan klinik. Kini beberapa peksos telah terdistribusi di berbagai instansi pemerintah dan swasta, namun nominalnya masih sedikit. Padahal mereka punya tupoksi yang sangat strategis untuk membangun Aceh berbasis kesejahteraan sosial.

Ke depan, keterlibatan pekerja sosial dalam program-program pembangunan sosial kiranya semakin banyak, seperti yang diterapkan oleh negara-negara Eropa. Sehingga masyarakat mampu merasakan secara langsung pelayanan sosial dari tenaga ahli yang memiliki social welfare service skill. Seperti perlunya keterlibatan pekerja sosial dalam program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) di rumah sakit sebagai pemberi pelayanan psikososial terhadap pasien dan keluarganya. Serta di berbagai pelayanan sosial lainnya.

Selain program JKA, satu program jaminan sosial yang telah berjalan di Aceh, tentu masyarakat juga mengharapkan adanya jaminan-jaminan sosial lainnya dari pemerintahan ‘Zikir’ (2012-2017). Semisal jaminan pendidikan, kesehatan yang lebih efektif, jaminan pekerjaan, asuransi masa tua, dan jaminan keamanan.

Oleh karena itu, kiranya DPRA dan Pemerintah Aceh segera menuntaskan Raqan Kesejahteraan Sosial. Karena qanun tersebut merupakan hadiah teristimewa bagi masyarakat Aceh di saat kondisi nanggroe serba ‘kekeringan’. Dengan adanya kebijakan pro-rakyat tersebut, semoga masa depan Aceh segera menemukan kejayaan dan kemerdekaan yang sejati. Semoga!

* Mirza Fanzikri, S.Sos.I, Alumnus Konsentrasi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun