Pendahuluan
Islam memiliki tradisi panjang dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Pada masa keemasan peradaban Islam (abad ke-8 hingga ke-13), para ilmuwan Muslim seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan Al-Farabi berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dengan dasar keimanan yang kuat. Namun, munculnya modernisme dengan pendekatan sekularisme yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan menimbulkan kebutuhan untuk merumuskan kembali hubungan antara keduanya. Salah satu jawaban atas tantangan ini adalah gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan. Gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam berbagai disiplin ilmu, sebagai respons terhadap pengaruh sekulerisme yang berkembang di dunia pendidikan dan penelitian. Gerakan ini muncul dari keprihatinan intelektual Muslim mengenai krisis keilmuan yang dialami umat Islam, yang disebabkan oleh dominasi ilmu pengetahuan Barat yang sering kali terpisah dari nilai-nilai agama.
Definisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan adalah upaya untuk menyelaraskan dan mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam berbagai disiplin ilmu modern. Gerakan ini bertujuan untuk menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta menyelesaikan berbagai masalah kontemporer dengan pendekatan yang sesuai dengan ajaran Islam.
 Islamisasi ilmu pengetahuan berakar dari kebutuhan untuk mengembalikan ilmu pengetahuan kepada fitrahnya, yaitu ilmu yang disinari oleh nilai-nilai Islam. Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi adalah dua tokoh utama dalam gerakan ini. Al-Attas menekankan pentingnya mengislamkan ilmu pengetahuan modern, sedangkan al-Faruqi berfokus pada integrasi antara ilmu agama dan sains modern
Konsep ini pertama kali diusulkan secara sistematis oleh pemikir Muslim modern seperti Ismail Raji Al-Faruqi, yang dalam bukunya "Islamization of Knowledge" menjelaskan perlunya menyusun ulang struktur ilmu pengetahuan modern agar sesuai dengan worldview Islam. Pemikir lain, seperti Syed Muhammad Naquib al-Attas, juga menekankan pentingnya tazkiyah (penyucian) ilmu untuk menghilangkan elemen-elemen yang bertentangan dengan Islam.
Landasan Filosofis Islamisasi Ilmu Pengetahuan
- Tauhid (Keimanan kepada Allah) : Semua ilmu pengetahuan harus berakar pada keyakinan akan keesaan Allah sebagai sumber kebenaran.
- Khalifah (Kepemimpinan manusia di bumi) : Ilmu pengetahuan harus digunakan untuk kesejahteraan umat manusia dan menjaga keseimbangan alam.
- Ibadah (Pengabdian kepada Allah) : Pengetahuan dianggap sebagai bagian dari ibadah jika digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memajukan kehidupan manusia sesuai syariat.
Proses Islamisasi ilmu pengetahuan melibatkan beberapa langkah berikut:
- Kritik terhadap ilmu pengetahuan modern: Mengidentifikasi aspek-aspek dalam ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
- Integrasi nilai-nilai Islam : Memasukkan prinsip-prinsip Islam ke dalam teori, metode, dan aplikasi ilmu pengetahuan.
- Penciptaan paradigma baru : Mengembangkan pendekatan yang mencerminkan pandangan hidup Islam dalam setiap disiplin ilmu.
Tujuan utama dari gerakan ini meliputi:
- Menghilangkan dikotomi  antara ilmu agama dan sains sekuler.
- Menghadirkan ilmu hakiki yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
- Membangun relevansi antara warisan Islam dan ilmu pengetahuan modern.
- Meningkatkan kualitas pendidikan Islam dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam kurikulum.
Tantangan dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Meskipun gerakan ini memiliki visi yang mulia, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain:
- Kurangnya pemahaman mendalam : Banyak akademisi Muslim yang belum memiliki pemahaman menyeluruh tentang konsep Islamisasi.
- Dominasi paradigma Barat : Ilmu pengetahuan modern masih didominasi oleh paradigma Barat yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
- Kesenjangan antara teori dan praktik: Upaya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam ilmu pengetahuan sering kali terhambat oleh kurangnya implementasi yang nyata.