Mohon tunggu...
Mirza Bashiruddin Ahmad
Mirza Bashiruddin Ahmad Mohon Tunggu... -

my friend said that i'm a dreamer and then i said that i'm not the only one

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemendiknas dan 303 Triliun

8 April 2012   15:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52 1941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="potret sekolah di pelosok Indonesia (source : 3bp.blogspot.com)"]

Demi memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah seharusnya menyelenggarakan pendidikan yang adil dan bermutu. Hal tersebut berarti kualitas pendidikan di seluruh sekolah di Indonesia seharusnya sama. DPR menambahkan kucuran dana tambahan sektor pendidikan pada APBN-P 2012 sebesar 14 triliun, sedangkan APBN 2012 telah mengucurkan dana sebesar 289 triliun sehingga total anggaran untuk sektor pendidikan menjadi 303 triliun. Kucuran dana yang sedemikian besarnya akankah tepat sasaran untuk mengentaskan masalah pendidikan di Indonesia?

[/caption]

Masyarakat Indonesia saat ini tengah mengalami rasa ketidakpercayaan pada pemerintah jika berhubungan pada uang. Hal ini diakibatkan beberapa kasus megakorupsi yang melibatkan beberapa anggota dewan yang notabene adalah wakil  yang dipercaya rakyat untuk mengelola dan menggunakan uang rakyat sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rakyat. Ada beberapa hal yang harus diingat ketika  dana sebesar 303 triliun dikucurkan kepada sektor pendidikan, yaitu kementrian yang mengakomodasi bidang pendidikan, Kemendiknas tahun 2010 memiliki status disclaimer dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan belum terwujudnya pendidikan yang layak dan bermutu di setiap penjuru nusantara.

Total anggaran dana yang diberikan pada sektor pendidikan menembus angka 303 triliun rupiah. Data ini diambil dari APBN 2012dan dana tambahan dari APBN-P 2012 yang disetujui anggota DPR pada sidang paripurna kemarin (29/3). Kemendiknas berjanji akan menggunakan dana ini untuk memperbesar bantuan siswa dan mahasiswa miskin akibat dampak kenaikan harga BBM, mempercepat peningkatan layanan dan mutu pendidikan di daerah layanan terpencil, terluar, dan tertinggal, serta mempersiapkan pelaksanaan pendidikan menengah universal. Seperti yang dilansir kompas.com pada Senin (28/2), Wapres mengatakan dalam pengarahannya pada RNPK (Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan) di Depok, Jawa Barat bahwa masih ada 172.000 ruang kelas rusak dan beliaumeminta aparatur birokrasi negara dan guru agar tidak mengotak-atik dana tersebut, apalagi menyelewengkannya. Dana sebesar 303 triliun rupiah tersebut bukan hanya digunakan oleh Kemendiknas, namun juga digunakan kementrian yang menjalankan fungsi pendidikan seperti Kemenag dan beberapa kementrian lainnya.

Citra Buruk Kemendiknas

Menurut data yang dihimpun penulis, BPK telah mengaudit keuangan Kemendiknas pada periode per 31 Desember 2010 menyatakan bahwa keuangan Kemendiknas mengalami berbagai dugaan penyelewengan dana APBN 2010 dan mendapatkan disclaimer. BPK menemukan kebocoran anggaran senilai 763 miliar. Kebocoran anggaran tersebut di dalamnya ditemukan sebanyak 43 rekening liar senilai 26,4 miliar, 69 miliar belum disetor ke kas negara, 62 miliar belum dibayarkan kepada tunjangan profesi dan beasiswa.Penyelewengan keuangan di tubuh Kemendiknas ini mengindikasikan adanya praktek yang tidak benar dalam realisasi APBN 2010 sektor pendidikan.

BPK memberikan opini disclaimer kepada kemendiknas yang mengindikasikan bahwa Kemendiknas mengalami kemerosotan dalam akuntabilitas yang sesuai dengan standar pemerintah. Kemendiknas bisa dibilang kementrian yang tidak patuh pada aturan mengingat status disclaimer yang disandangnya. Status disclaimer adalah status dimana sebuah lembaga memiliki pengawasan internal yang rendah, ketidaksesuaian dana yang disampaikan pada pemerintah yang sesuai dengan standar dan ketidakakurasian data yang disampaikan. Ironis, kementrian yang berlabel Tut Wuri Handayani tersebut malah menyelewengkan dana yang seyogyanya digunakan untuk mengentaskan permasalahan pendidikan yang kompleks di Indonesia.

Dana sebesar 303 triliun yang digelontorkan untuk pendidikan pada tahun 2012 merupakan sebuah dilema bagi kita semua, mengingat bukan hanya sekali Kemendiknas tersebut menyelewengkan dana. Masalah pendidikan di Indonesia seharusnya bisa tertangani secara bertahap dengan dana sebesar itu. Kemendiknas dipercaya masyarakat sebagai kementrian yang mengakomodasi setiap kepentingan pendidikan di seluruh pelosok Indonesia hendaknya selalu berinstrospeksi diri mengingat permasalahan pendidikan adalah masalah yang vital bagi Indonesia. Pengawasan internal Kemendiknas yang rendah ditengarai memperlebar ruang gerak para mafia anggaran yang tidak tahu malu itu. Kemendiknas seharusnya memiliki pengawasan internal yang lebih ketat lagi sebagai upaya pencegahan kebocoran anggaran dan melakukan pemetaan anggaran pendidikan dengan seluruh lembaga daerah yang menjalankan fungsi pendidikan. Pemetaan anggaran ini tentu akan mempermudah penelusuran setiap aliran dana setiap kali dilakukan audit keuangan, sehingga Kementrian Tut Wuri Handayani tidak akan kecolongan lagi.

Kondisi Pendidikan di Indonesia

Kucuran dana 303 triliun rencananya akan di fokuskan untuk pendanaan BOS dan perbaikan sekolah yang rusak. Beberapa hal yang harus digarisbawahi jika ingin merubah pendidikan Indonesia maju dalam kualitas maupun kuantitasnya yaitu harus tercapainya infrastruktur pendidikan yang layak dan memadai, memperluas kesempatan pendidikan dan memperhatikan kesejahteraan guru, baik PNS maupun swasta.

Realisasi APBN 2010 sektor pendidikan sudah terbukti ada kecurangan didalamnya, pembangunan infrastruktur pada tahun tersebut juga tidak ada realisasi nyata yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia di daerah yang tertinggal. Pendidikan di daerah tertinggal masih belum menjadi fokus pemerintah dalam anggaran yang ditetapkan. Bukti nyata bisa kita lihat setiap hari melalui media baik cetak maupun elektronik yang mengabarkan kondisi pendidikan di daerah tertinggal.

Infrastruktur sekolah di Indonesia sangat beragam, mulai dari yang berstandar Internasional hingga berstandar “sangat sederhana sekali”. Seharusnya dana 303 triliun tentu bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur secara bertahap. Sebanyak 172.000 ruang kelas rusak dan masih banyak penduduk yang belum mampu menjangkau pendidikan di daerahnya karena ketidakmerataan pembangunan infrastruktur lembaga pendidikan formal di setiap daerah. Sudah bukan barang baru lagi jika janji pemerintah hanya janji yang kosong. Implementasi anggaran 303 triliun di tahun ini diharapkan bisa optimal, namun sepertinya itu akan hanya menjadi harapan kosong jika Kemendiknas tidak segera melakukan gerakan nyata untuk memeratakan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal. Jawa Timur yang notabene termasuk dalam provinsi yang maju dalam pembangunan infrastruktur saja masih memiliki ribuan sekolah rusak berat dan tidak layak pakai. Kemana gerangan pandangan mata pemerintah yang selama ini mengumbar perbaikan infrastruktur pendidikan? Belum lagi daerah lainnya seperti Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Papua, tentu saja mereka yang disana selalu sabar menunggu bantuan pemerintah untuk mengulurkan tangan sembari melakukan gerakan yang semampunya mereka lakukan untuk tetap menghidupkan pendidikan. Kemendiknas semestinya memiliki televisi yang menyiarkan setiap kekurangan pendidikan Indonesia sehingga mereka tidak sibuk lagi membocorkan anggaran pendidikan, mungkin mereka lupa bahwa anggaran itu adalah uang rakyat.

Infrastruktur yang memadai tentunya memegang peranan penting, walaupun bukan jaminan. Hal inilah yang kurang mendapat perhatian oleh pemerintah kita sehingga banyak sekali anak bangsa ini kurang dan bahkan tidak mendapatkan haknya untuk menempuh pendidikan yang layak.

Kesempatan pendidikan di Indonesia juga belum bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Adanya stigma bahwa memperoleh pendidikan yang layak membutuhkan dana yang besar juga memberikan pengaruh pada masyarakat miskin. Mereka menganggap bahwa pendidikan hanyalah untuk orang yang berduit dan mereka yang tidak berduit pasti tersingkirkan. Pemerintah pun sepertinya tutup mata dan telinga soal ini, adanya beasiswa bidikmisi dan dana BOS tampaknya masih belum bisa mereka rasakan dampaknya, di sisi lain ternyata dalam implementasi dana BOS masih terjadi kecurangan dan masih ada pungutan liar yang terjadi disekolah.

Kasus anak putus sekolahpun juga tidak kalah memprihatinkan, menurut data Komnas Perlindungan Anak yang dikutip dari ayomerdeka.wordpress.com, pada tahun 2007, setidaknya 11,7 juta anak terpaksa putus sekolah dan pada tahun 2006 terdapat 9,7 juta anak putus sekolah. Peningkatan anak putus sekolah di tahun 2006-2007 mencapai angka 20%. Jumlah tersebut dipastikan bertambah mengingat jumlah orang miskin semakin meningkat di tahun 2011 dan keadaan ekonomi kita yang sedang mengalami fluktuasi. Sungguh data yang sangat menyesakkan jika kita bisa melihat langsung jutaan anak yang dipaksa padam apinya sebelum terbakar. Memperluas kesempatan pendidikan akan tercapai dengan mudah jika pembangunan infrastruktur telah merata. Kesempatan pendidikan, infrastruktur pendidikan dan kebijakan pendidikan merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu diperlukan sebuah kombinasi kebijakan pendidikan yang ampuh untuk menelurkan pemerataan infrastruktur dan memperluas kesempatan pendidikan.

Kesejahteraan guru di Indonesia masih menjadi masalah klasik pendidikan di Indonesia. Pemerintah mencoba mengurangi kesenjangan kesejahteraan guru dengan memberikan program sertifikasi dan remunerasi gaji guru, namun pada kenyataannya pemerintah masih kurang memperhatikan kesenjangan gaji guru PNS dan gaji guru swasta. Gaji guru swasta di Indonesia benar-benar memprihatinkan. Data berikut merupakan gambaran rendahnya gaji guru swasta. Saat ini guru yang mengajar di sekolah swasta berjumlah sekitar 600.000 guru dengan gaji rata-rata sekitar Rp200.000,- per bulan. Bahkan ada guru swasta yang gajinya antara Rp100.000,- sampai dengan Rp150.000,- per bulan. Sungguh gaji yang tidak layak untuk tenaga profesional, sebagian besar guru sekarang sudah berpendidikan S1 atau D4. Gaji tukang batu saja per harinya Rp40.000,- atau sekitar Rp1.200.000,- per bulan. Masih kalah juga dengan gaji buruh pabrik yang masing-masing daerah memliki peraturan besarnya upah minimum regional (UMR). Sebagai contohnya untuk UMR di DKI Jakarta tahun 2011 sebesar Rp1.290.000,-. Gaji guru swasta di Jakarta dengan masa kerja lebih dari dua tahun di bawah Rp2.000.000,- per bulan. Bahkan ada yang memperoleh gaji Rp750.000,- per bulan. Sangatlah jauh berbeda dengan gaji guru PNS. Guru PNS di Jakarta dengan masa kerja di atas dua tahun menerima gaji lebih dari Rp6.000.000,- per bulan. Rinciannya adalah gaji Rp2.286.300,- , Tunjangan Kinerja Derah (TKD) Rp2.900.000,- , dan tunjangan profesi Rp1.228.200,-. Total pendapatannya adalah Rp6.414.500,-. Logikanya jika saja kesejahteraan guru swasta diperhatikan maka guru swasta akan lebih professional dan fokus mengajar dan tidak lagi berpikiran kotor tentang gajinya yang kecil. Tentu saja pemerataan gaji guru swasta dan PNS tidak begitu saja dilakukan, harus ada poin-poin tertentu mengenai skill dan portofolio tertentu untuk mendapatkan gaji yang telah diremunerisasi. Pihak pemerintah juga sudah seharusnya menetapkan gaji minimum guru swasta pada pihak yayasan / organisasi yang mengelola tersebut sehingga terintegrasi antara guru, pihak yayasan dan pemerintah.

Dana sebesar 303 triliun yang dikucurkan untuk sektor pendidikan tentunya sudah melewati 20% dari total APBN sehingga sudah memenuhi persyaratan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Muncul satu pertanyaan yang menghantui setiap masyarakat Indonesia, akankah dana 303 triliun turun ke bawah tetap bulat 303 triliun?

Besarnya dana yang dikucurkan untuk sektor pendidikan berbanding lurus dengan besarnya ekspetasi masyarakat untuk perbaikan pendidikan, perlu dilakukan pemetaan anggaran dan pengawasan secara ketat agar tidak terulang kembali kebocoran anggaran. Begitu banyaknya pemasalahan pendidikan di Indonesia, setidaknya uang sebesar 303 triliun mampu menyelesaikan secara bertahap berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia. Permasalahan pendidikan ini bukan semata-mata pekerjaan pemerintah, namun kita sebagai masyarakat yang memiliki landasan Pancasila harus selalu ikut mengawasi, mengkritisi dan berpartisipasi untuk membangun pendidikan di Indonesia dengan segenap kemampuan yang kita miliki baik harta, jiwa dan tenaga.

Mirza Bashiruddin Ahmad

Mahasiswa Teknologi Pendidikan

- Universitas Negeri Yogyakarta-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun