Mohon tunggu...
Mirza Buana
Mirza Buana Mohon Tunggu... PNS Dosen -

menulis untuk mengekpresikan pikiran dan berbagi perspektif

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Langit Biru Australia (2)

4 November 2014   01:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:46 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekitar  dua jam perjalanan dari Sydney-Brisbane, pikiran saya dipenuhi ekspektasi besar terhadap kota yang terletak diujung timur pantai Australia ini. Terlebih ketika disepanjang perjalanan, awan kelabu yang menyelimuti Kota Sydney berangsur menghilang, dan digantikan dengan langit biru cemerlang yang nyaris tanpa awam. Bersyukur dalam hati bahwa penulis, fotografer dan penerbit Travel Guide tersebut tidak melakukan pembohongan publik.

Sebelum memasuki gerbang imigrasi, saya menyempatkan membeli segelas kecil espresso di kantin dekat pintu keluar apron.  Kantuk dan jetlag mulai menyerang. Namun saya dituntut untuk tidak bisa berleha-leha terlalu lama karena memang harus secepatnya keluar dari gerbang imigrasi, mengambil bagasi dan segera bertemu dengan orang yang berjanji menjemput saya.

Cerita harus kembali mundur kebelakang guna memperkenalkan orang yang akan menjemput saya di bandara Brisbane. Namanya Faisal. Saya mengebutnya dengan sebutan kak Faisal, karena beliau jauh lebih tua. Saya mengenal beliau secara tidak sengaja lewat mailing list perkumpulan ummat Islam di Brisbane. Lewat mailing list saya memperkenalkan diri sebagai orang Kalimantan Selatan, dari kota Banjarmasin. Kak Faisal pun merespon balik dengan sapaan khas urang Banjar. Lega dan sekaligus bangga rasanya akan bertemu dengan bubuhan di negeri orang. Suku Banjar termasuk suku yang ‘langka’ ditemukan di luar negeri. Sebutan ‘Kak’ pun saya gunakan, alih-alih menyebut ‘Mas’, ’Kang’ atau ‘Abang’, karena sesama urang Banjar terbiasa menyapa orang yang lebih tua dengan sebutan ‘Kak’. Beliau tidak hanya menawarkan diri untuk menjemput, namun juga menawarkan akomodasi sementara selama 1 bulan di rumah (unit) beliau.

Langkah dan pertemuan manusia memang takdir Tuhan, ternyata kak Faisal juga berteman dengan kakak dan ipar saya semasa mereka sama-sama tinggal dan kuliah di kota Melbourne. Alhamdulillah, Tuhan memang baik.

Gara-gara secangkir espresso saya sedikit terlambat keluar dari gerbang imigrasi. Tergopoh-gopoh saya segera menuju ke ruang pengambilan bagasi. Sejurus kemudian saya sudah berdiri menunggu koper-koper saya keluar dari bagasi pesawat. Tidak lama berselang, ada tepukan hangat yang menyadarkan saya dari lamunan. Kak Faisal tepat berdiri dibelakang saya dengan senyum khas beliau. Walau pertama kali bertemu saya sudah mengenal wajah beliau lewat akun Facebook. Perasaan lega menjalar diseluruh tubuh. Kecemasan dan sedikit ketakutan akan tersesat di kota Brisbane segera sirna.

Sepanjang perjalanan dari bandara ke kediaman kak Faisal di suburb Taringa, ditempuh sekitar 40 menit. Sepanjang jalan kami berbincang hangat dengan bahasa Banjar. Senang sekali rasanya, sedikit mengobati kerinduan saya akan hangatnya kampung halaman. Kak Faisal juga mahasiswa PhD tahun ketiga di University of Queensland (UQ), dan kebetulan juga penerima beasiswa dari institusi yang sama dengan saya, ALA Scholarship. Banyak informasi yang berguna saya dapatkan dari beliau. Sesampainya di rumah (unit), kak Faisal menyarankan saya untuk rehat sejenak namun tidak lama-lama, karena beliau menyarankan saya segara lapor diri ke bagian International Office di kampus UQ dan mengurus segala kelengkapan administrasi dan finansial segera. Kak Faisal bersedia mengantar dan menemani saya menuju kampus guna mengurus segala urusan. Saya menyempatkan diri sejenak menelpon istri dan keluarga di Banjarmasin selama beberapa menit. Jetlag terpaksa harus ditahan dulu. Bergesas kami menuju kampus UQ.

Urusan lapor diri menjadi prioritas utama. Kak Faisal langsung mengarahkan ke bagian International Office. Setelah diterima oleh receptionist dan menunggu sekitar 5 menit. Saya dipersilahkan untuk masuk ke ruang khusus. Diruangan tersebut sudah menunggu seorang wanita paruh baya, dia dengan ramah memperkenalkan dirinya; Hi, I am Claudia Morales. Nama yang familiar bagi saya selama sebulan sebelum keberangkatan ke Australia. Dia adalah koordinator mahasiswa internasional di kampus UQ. Claudia memaparkan secara ringkas dan cepat tentang segala hal, sembari menyerahkan banyak paper work yang harus saya baca dan isi. Kondisi tubuh yang payah, membuat saya tidak dapat berkonsentrasi penuh menyerap semua informasi. Claudia seakan sadar dengan kondisi fisik saya, dan tersenyum sambil berkata; you don’t need to read the documents now, you better take a rest first.

Saya bersyukur segera pergi dari International Office. Sebelum pulang ke rumah, kak Faisal menyarankan saya untuk membuat rekening bank di kantor ANZ di kampus UQ. Saya pun harus menurut, karena dirasa sangat penting bagi kelangsungan kehidupan baru saya di Australia. Saya pun berjalan lemah mengikuti kak Faisal menuju bank ANZ.

Sepanjang perjalanan keliling kampus saya melihat banyak hal yang menarik hati. UQ kampus yang sangat besar, indah dan juga bergaya klasik. Sayangnya, saya tidak bisa begitu menghayati keindahan kampus ini, karena rasa lelah yang teramat sangat. Dalam hati saya berkata; tak perlu cemas, toh  saya akan punya banyak waktu untuk menikmati kampus dan kota ini.

Kata hati yang memang terbukti, saya sangat puas ‘menikmati’ kampus UQ mampir tiap hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun