Tanggal 5 Mei adalah hari peringatan Pembebasan Rakyat Belanda dari pendudukan rezim Fasis Hitler. 5 tahun lamanya (1940-1945) rakyat Belanda mengalami penderitaan, kesengsaraan dan kelaparan sehingga mengakibatkan banyak korban kematian. Bahkan mereka menyebutnya sebagai masa perang melawan fasisme Jerman, karena hampir semua lapisan masyarakat, termasuk warga Indonesia di Belanda, ketika itu turut berjuang melawan pendudukan rezim fasis Hitler. Kekuasaan rezim Fasis Hitler di Jerman sejak tahun 1933 sampai 1945 dikenal sangat kejam dan sadis terhadap suku etnis Yahudi maupun terhadap lawan-lawan politiknya di Europa. Dan, tak terkecuali di Belanda telah memakan korban kematian terbesar di sepanjang abad 20, walau banyak pula yang menunjukan keberpihakannya pada kekuasaan pemerintah rezim Fasis Hitler. Total korban kematian di Belanda berjumlah 102 000 orang dari jumlah penduduknya sekitar 9 juta orang. Antara tahun 1940 sampai 1945 rezim Fasis Jerman menduduki Belanda. Pada masa itu, banyak pula warga Indonesia turut serta dalam perjuangannya melawan Fasisme Jerman di Belanda, a.l. dari kalangan akademisi, mahasiswa, wartawan, kaum pekerja di pabrik dan awak kapal, bahkan kaum pekerja perempuan rumah tangga pun turut serta andil dalam perjuangannya, yang terhimpun dalam berbagai organisasi, seperti Perhimpunan Indonesia (PI), "Roepi" dan "Soerapati" dibawah pimpinan Irawan Soejono. Kegiatan aktivisme kelompok orang-orang Indonesia ada di berbagai kota di Belanda, dan terpusat di Amsterdam dan Leiden. Beberapa kegiatan jurnalistik yang aktip di media bawah tanah,mereka pun membantu dalam penyebaran publikasi maupun pendistribusian media jurnal Indonesia, bernama majalah "Feiten" (Fakta). Juga, di beberapa Majalah ( = jurnal ) Belanda, a.l. di De Vrije Pers, De Vrijheid, Vrij Nederland. Ada pula yang bekerjasama dengan beberapa media journal dari beberapa partai eksis di Belanda, seperti majalah De Waarheid (CPN), Parool (Partai Buruh) dan Trouw (Partai Kristen Demokrat) . Melalui majalah tersebut mereka mencoba untuk membangkitkan semangat perlawanan di Belanda melawan fasisme. Adapun orang-orang Indonesia yang mengambil bagian dalam gerakan bawah tanah (perjuangan fisik ) dilakukan bersama para pejuang Belanda melawan fasisme, seperti membantu dalam memberi fasilitas persembunyian atau perlindungan di rumahnya, melakukan sabotase dan kerja spionase, membuat pemalsuan dokumen, melakukan serangan2 terhadap lembaga distribusi melalui cara perjuangan fisik bawah tanah , dll Pusat latihan militer di Leiden diadakan di ruang bawah tanah sebuah pabrik wol. Pos pasukan komando dan para editor media "Pembebasan" bertempat di rumah Nazir Datoek Pamontjak dan Hadiono Koesoemo Oetoyo, yang disebut sebagai pusat operasi bawah tanah. Diantaranya, perlawanan dari Rotterdam di bawah komando T. Jusuf Muda Dalam, didapat kiriman persenjataannya dari Leiden, misalnya kebutuhan, seperti senapan mesin, pistol, granat dan amunisi . Sepeda adalah sarana transportasi dan pengangkutan persenjataan satu-satunya, dengan menghindari celah rute pengontrolan ketat dari Pos-pos Kontrol pemeriksaan militer Jerman. 100 Orang Indonesia meninggal Walau perlawanan warga Indonesia ketika itu dilakukan sangat hati-hati, namun ada pula orang-orang yang tidak beruntung . Mereka tertangkap, disiksa dan dimasukkan ke dalam penjara atau bahkan diangkut ke kamp konsentrasi . Dan mereka tidak pernah kembali ! Begitu pula bernasib buruk bagi orang2 Indonesia yang ketika itu tidak turut serta dalam perjuangan melawan militer fasisme, telah pula menjadi korban tawanan perang . Orang Indonesia Biasa - non - aktivis yang tertangkap kemudian dijebloskan dalam penjara di Vught , Scheveningen, Amsterdam dll. Bahkan, tak sedikit pula yang mati, karena mengalami kelaparan, penyakit TBC atau sebagai akibat penyiksaan fisik karena mereka tidak memberikan informasi yang diinginkan oleh kaum fasisten. Sekitar 100 orang Indonesia hilang atau meninggal dunia selama periode pendudukan fasisme Jerman di Belanda. Pada masa itu jumlah penduduk warga Indonesia di Belanda kurang -lebih 800 orang. Pada paska pendudukan rezim Fasisme Jerman, Pemerintah Belanda telah memberi penghargaan dan tanda jasa kepahlawanan ke orang-orang Indonesia yang turut berjuang melawan Fasisme, dan beberapa orang yang berjasa itu telah pula mendapat kepercayaan serta dipilih oleh rakyat Belanda untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan Belanda. Misalnya,  Mr R. M. Soejono , ayah dari yang dibunuh bernama Irawan, adalah seorang menteri dalam pemerintahan Belanda di pengasingan - Inggris . R. M. Setiadjit menjadi anggota Dewan Penasihat Agung ilegalitas - Belanda, kemudian juga menjadi anggota DPR - Belanda . Soenito dipilih sebagai anggota Dewan Penasehat Nasional Belanda, Rustam Effendi dipilih menjadi anggota DPR. Daftar nama pemimpin PI lainnya, yang perlu di ingat dan di kenang atas jasa2nya dalam perjuangan melawan fasisme Jerman: P. Loebis , Sidartawan , Djajeng Pratomo , Moen Soendaroe , Dradjat Doerma Keswara , Poetiray , Kajat , Hamid dan Bima Jodjana . Dan, jangan lupa seorang mahasiswa Irawan Soejono sebagai anggota Pasukan dalam negeri Belanda, yang pada 13 Januari 1945 ditembak di jalan di kota Leiden oleh seorang tentara SS Ia ditembak mati ketika ia sedang memindahkan mesin stensil yang baru selesai mencetak pamflet,.Korban lain yang kita tidak akan dilupakan adalah : Makatita , Latuparisa , Mas Soemitro , Ds Max Wignyosoehardjo , dan Annie Manusama. Wawancara Herman Keppy dengan Iwan Faiman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H