ETIKA BERDEBAT MENURUT IMAM SYAFI’I
Banyak sering kita jumpai fenomena sosial debat yang terjadi dalam lingkungan kita sehari-hari, baik di dunia maya maupun didunia nyata. Penyampaian pendapat sering tidak terkontrol, sering mengedepankan sentiment bukan argumennya sehingga penyampaian informasi tidak tersampaikan dengan baik. Maka dari itu jika kita berdebat harus bisa mengontrol diri baik secara pemikiran, emosional, dan Psikomotor.
Memang debat adalah salah satu sebuah metode pendidikan yang sangat penting, karena jika di ditinjau dari teori kontstuksivisme yang dikemukakan oleh Jean Piaget adalah ketika mereka menerima informasi, menerima pengalaman, pengetahuan dari guru atau informan yang lain, dikembangkan dan dikonrtuksi menjadi pengalaman yang baru dan pengetahuan baru yang mereka pahami, mereka akan menyampaikan pengetahuan atau pengalaman mereka itu dengan bahasa mereka sendiri.[1] Maka dari itu metode debat ini cocok untuk menjadi salah satu pengembangan pengetahuan yang di miliki oleh manusia.
Namun dalam berdebat perlu dipahami, bahwa Imam Syafi’I selaku pemikir dan praktisi pendidikan Islam sudah memberikan rambu-rambu dalam berdebat, Imam Syafi’i dalam kitab Diwan asy-Syafi’I memasukan pembahasan debat dalam sebuah pembahasan Khusus. Imam Syafi’I berkata, “jika engkau memiliki kemuliaan dan ilmu yang berbeda dengan orang-orang yang terdahulu atau yang sekarang, maka lakukanlah debat dengan tenang bersama orang yang engkau ajak debat, lantas bersikaplah sabarlah dan jangan memaksakan kehendak dan jangan berlaku sombong akan lebih bermanfaat bagimu jika engkau tidak mengharap pamrih apapun ”.[2] . mengutip pernyataan Imam Syafi’I tersebut sudah jelas, Berdebat harus dilakukan dengan cara tenang, sabar, tidak memaksakan kehendak, tidak sombong dan tidak mengharapkan pamrih apapun. Dengan begitu metode berdebat ini akan menjadi sarana pembelajaran yang efektif. Bahkan bisa juga berdebat menjadi sebuah ajang pengasah skill dalam beretorika dan mengasah ilmu pengetahuan dan memperkuat tali persaudaraan dengan sesame manusia.
Coba kita bayangkan, ketika kita berbalik arah dengan pendapat Imam Syafi’I, dengan perilaku yang tidak sabaran, memaksakan kehendak, sombong, dan mengharapkan pamrih berupa sanjungan dari orang lain maka berdebat akan menciptakan kegaduhan, kejlimetan yang tidak ada ujungnya, informasi tidak terserap dengan baik, dan tidak ada point yang bisa ditangkap.
Rambu-rambu dalam berdebat menurut pendapat imam syafi’I lah yang peling tepat untuk diterapkan didalam lingkungan pendidikan maupun lingkungan masyarakat dan masih relevan sampai sekarang. Selain itu kita juga bisa melatih control diri kita agar bisa menyampaikan argument dengan tenang dan baik, agar informasi kita dapat diterima dengan baik oleh audien atau masyarakat sekitar
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Salim Muhammad. Syarh Diwan Asy-Syafi’i. Kairo: Maktabah Ibnu SIna, t.t.
Kusumawati, Indah Tri, Joko Soebagyo, dan Ishaq Nuriadin. “Studi Kepustakaan Kemampuan Berpikir Kritis Dengan Penerapan Model PBL Pada Pendekatan Teori Konstruktivisme.” JURNAL MathEdu (Mathematic Education Journal) 5, no. 1 (1 Maret 2022): 13–18. https://doi.org/10.37081/mathedu.v5i1.3415.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!