Mohon tunggu...
Mirriam AlbanisaPutri
Mirriam AlbanisaPutri Mohon Tunggu... Dosen - Pelajar

Halo! hobiku memanjat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Badan Konstituante pada Era Demokrasi Liberal

18 Oktober 2023   07:28 Diperbarui: 18 Oktober 2023   07:42 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Badan Konstituante pada Masa Demokrasi Liberal
 
 
 
Era demokrasi liberal dalam politik Indonesia sangatlah penting.  Setelah memperoleh kemerdekaan dari penjajahan Belanda, negara ini berupaya membangun landasan yang kuat bagi demokrasi perwakilan pada masa ini.  Badan Konstituante adalah salah satu organisasi penting yang berpartisipasi dalam proses ini.
 
Pengertian Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal yaitu pemerintahan dimana sistem pemerintahan di kendalikan atau pemegang kekuasaanya yaitu kabinet-kabinet negara serta para menteri. Presiden hanya menjabat sedangkan semua keputusan ditentukan oleh DPR. Terjadinya demoktasi liberal karena belum terbentuknya pemerintahan indonesia secara permanen dan tetap, pemerintahan indonesia masih dalam keadaan belum stabil. Demokrasi liberal terjadi pada tahun 1949-1959.
 
Badan Konstituante itu apa?
Pada era Demokrasi Liberal, sebuah badan yang disebut Badan Konstituante didirikan pada tahun 1956. Tujuan utamanya adalah merancang konstitusi baru yang akan menjadi landasan negara Indonesia yang baru.  Perwakilan dari berbagai organisasi politik dan sosial di Indonesia membentuk badan ini.  Pada tahun 1955 diadakan pemilihan umum untuk memilih anggota Badan Konstituante.
 
Fungsi Badan Konstituante
Badan Konstituante berperan penting dalam menyusun kerangka politik dan intelektual bagi Indonesia baru.  Tanggung jawab utamanya adalah menyusun konstitusi yang akan menjadi supremasi hukum negara ini.  Tidak hanya undang-undang yang sedang ditulis, namun mekanisme politik yang memungkinkan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan juga sedang dibentuk.
 
Susunan Organisasi Konstituante
1. Ketua : Wilopo (Partai Nasional Indonesia)
2. Wakil Ketua : Prawoto Mangkusasmito (Partai Masyumi)
3. Wakil Ketua : Johannes Leimena (Partai Kristen Indonesia/Parkindo)
4. Wakil Ketua : Fathurrahman Kafrawi (NU)
5. Wakil Ketua : Sakirman (PKI)
6. Wakil Ketua : Ratu Aminah Hidayat (IPKI)
Panitia tersebut dibentuk menurut peraturan. yaitu, dimana setiap golongan yang mempunyai satu sampai tiga orang anggota berhak menunjuk seorang wakil, setiap golongan yang mempunyai empat sampai enam anggota yang berhak menunjuk dua orang wakil, dst.
Terdapat Partai-partai dan golongan yang memiliki perwakilan konstituante yaitu :
1. Blok Pancasila (274 kursi)
2. Blok Islam (230 kursi)
3. Blok Sosio-ekonomi (10 kursi)
 
Debat Kritis
Badan Konstituante menghadapi beberapa diskusi kontroversial saat menyusun konstitusi. Salah satunya dalil mengenai asas-asas berdirinya negara.  Ada yang mendukung negara berdasarkan Pancasila, ada pula yang mendukung negara Islam.  Hal ini menggambarkan beragamnya gagasan dan sudut pandang yang hadir di Indonesia saat itu.
Sidang Konstituante dimulai pada tanggal 10 November 1956 di Bandung. Pada sidang ini, ada dua kelompok yang terbentuk dalam Konstituante sebagai hasil Pemilu 1955, yaitu kelompok yang menghendaki Pancasila sebagai dasar negara dan kelompok yang menginginkan Islam sebagai dasar negara.
 
Kegagalan Badan Konstituante
Kegagalan konstituante dalam merumuskan undang-undang dasar yang baru adalah akibat adanya perdebatan kelompok islam dan nasionalis sekuler tentang dasar negara. Kelompok Islam menginginkan untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara, sedangkan kelompok nasionalis sekuler menganggap bahwa Pancasila yang seharusnya menjadi dasar negara. Perdebatan tentang dasar negara ini menjadi berlarut dan tidak mencapai kata mufakat, sehingga presiden soekarno mengusulkan untuk kembali pada UUD 1945. Dengan demikian, penyebab kegagalan konstituante adalah karena perdebatan antar kelompok yang berlarut-larut.
 
Dekrit Presiden
Kegagalan badan konstituante dalam merumuskan sebuah konstitusi baru yaitu Undang-Undang baru dan ketidakmampuan bekerja secara parlementer mendorong presiden Republik Indonesia yaitu Ir. Soekarno mengambil langkah-langkah politik untuk mengatasi keadaan tersebut. Sehingga, beliau mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB dalam suatu upacara resmi yang berlokasi di Istana Merdeka Jakarta. Isi dari dekrit tersebut yaitu:
1. Pembubaran Badan Konstituante;
2. Tidak berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945;
3. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dikeluarkannya Dekrit Presiden ini menandai berakhirnya Demokrasi Liberal di Indonesia.
 
Dampak Dekrit Presiden
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memberikan dampak positif bagi Indonesia, yaitu :
1. Dekrit presiden menyelamatkan negara dari masalah perpecahan dan krisis politik karena mengatur kembali aturan dasar dengan UUD 1945.
2. Dekrit presiden membuka jalan untuk pembentukan lembaga penting seperti MPRS dan DPAS, yang membantu menjaga kesatuan bangsa.
3. Dekrit presiden menjadi dasar bagi Presiden Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin, di mana beliau memiliki peran besar dalam pengambilan keputusan untuk negara
Dengan Dekrit Presiden ini, Indonesia mengalami perubahan positif yang membantu menjaga stabilitas dan arah pemerintahan.
 
Selain dampak positif, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga memberikan dampak negatif, yaitu :
1. Undang-Undang Tahun 1945 seharusnya menjadi suatu dasar hukum konstitusional bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaannya hanya menjadi slogan kosong belaka dan tidak ada wujud nyata.
2. Dekrit 5 Juli 1959 memberikan kekuasaan yang cukup besar pada presiden, MPR maupun lembaga tinggi negara. Hal ini terlihat pada masa-masa Demokrasi Terpimpin serta terus berlanjut hingga masa Orde Baru.
3. Sejak diterbitkannya dekrit, militer terutama Angkatan Dasar menjadi salah satu kekuatan politik yang disegani oleh masyarakat dan hal tersebut semakin terlihat di masa Orde Baru bahkan hingga kini.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun