Mohon tunggu...
Mirna Jullyonedini Nasela
Mirna Jullyonedini Nasela Mohon Tunggu... -

saya adalah mahasiswi prodi Ilmu Komunikasi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2015 my friends usually call me crazy, "pecicilan", ect. but for me the right word that can describe me is "Antimainstream". I come from Bogor but not sundanese people, actually a central java person but can't speak javanese . and my favourite quotes is "Why so serious?" haha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Tidak “Normal” Bukanlah Kesalahan

2 Desember 2015   12:12 Diperbarui: 2 Desember 2015   12:28 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“If you are not willing to risk the unusual, you will have to settle for the ordinary”Jim Rohn

Mungkin bagi sebagian orang menjadi “berbeda” adalah sesuatu yang aneh. Seringkali kita takut untuk menjadi berbeda, takut pada perbedaan. Saat dihadapkan pada berbagai pilihan kita cenderung memilih keputusan yang aman, bahkan tidak sesuai atau bertentangan dengan keinginan kita. Terkadang juga kita mengabaikan “ide-ide liar” kita, memilih untuk diam dan mengikuti mayoritas. Dan itu semua hanya karena takut berbeda. Mengapa kita terlalu takut untuk menjadi berbeda? padahal berbeda adalah aset. Berbeda berarti memiliki “keunikan”, orang yang berani tampil berbeda adalah orang-orang yang kreatif. Ada banyak tokoh yang dikenal justru karena ia berbeda. perbedaan membuatnya lebih diingat, itulah personal branding yang ia ciptakan karena menolak berbeda.

Lady Gaga misalnya, penyanyi wanita asal Amerika ini adalah salah satu contoh sosok kreatif yang berani menjadi berbeda, disaat penyanyi wanita lain berlomba-lomba untuk tampil secantik mungkin dalam balutan gaun yang anggun atau dengan gaya yang fashionable (fashionable dengan mengikuti trend saat itu yang berarti menjadi mainstream) Lady Gaga justru selalu tampil berbeda dengan penampilannya yang nyentrik dan unik. Ia pernah tampil dengan mengenakan baju yang terbuat dari daging dan berbagai hal unik lainnya. Begitu juga dengan salah satu model asal Indonesia, Kimmy Jayanti. Selama ini dunia fashion Indonesia terjebak pada “stereotype” bahwa wanita cantik adalah yang berkulit putih, berambut panjang dan lurus, serta yang bertubuh langsing. Tapi Kimmy dengan kulit gelap, rambut pirang super pendek dan penampilan tomboynya justru bisa menonjolkan karakternya tersebut di panggung catwalk karena keunikannya. Bahkan ia juga berhasil meroket di dunia fashion mancanegara sebagai seorang model profesional. Kita semua adalah individu yang unik. Orang-orang yang kreatif tidak pernah takut untuk menjadi berbeda, karena berbeda itu adalah aset.

Namun menjadi berbeda dan kreatif memanglah tidak mudah, pasalnya orang yang mempunyai tingkat kreativitas yang tinggi sering kali memiliki gagasan yang luar biasa, aneh dan dianggap tidak rasional oleh kebanyakan orang. Karena “keluarbiasaan” itulah tidak sedikit orang kreatif yang dianggap “gila”. Memang orang gila dan orang kreatif memiliki kesamaan, yaitu cara berpikirnya yang tidak konvensional. Tapi bedanya, orang kreatif mampu melakukan loncatan pemikiran yang menimbulkan pemecahan masalah, sedangkan orang gila tidak. Dan yang perlu kita ketahui adalah bahwa banyak tokoh-tokoh hebat dunia yang dianggap “tidak masuk akal” bahkan dikatakan gila, mereka ini adalah para self actualizer. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abraham Maslow, ia memaparkan tentang sekelompok orang yang telah mencapai potensi tertingginya sebagai manusia yang disebutnya sebagai “self actualized” dan “fully functioning”. Dan penelitian ini dimulai dengan meneliti tokoh-tokoh besar seperti Albert Einstein, Abraham Lincoln, Eleanor Roosevelt, Ruth Benedict, kemudian diperluas pada lingkup yang lebih umum. Dan berikut ciri-ciri para self acatualizer menurut Abraham Maslow yang dikutip dari buku “Normal Is Boring” karya Ira Lathief.

  1. Mereka menilai situasi secara objektif,akurat, dan jujur. Mereka bisa menilai kebohongan
  2. Mereka menerima kekurangan diri sendiri, kelemahan orang lain, serta pertentangan hidup
  3. Mereka tidak dapat dilarang, tidak peduli dengan apa yang dipikirkan negatif oleh orang lain, aktif, dan terlibat (spontan)
  4. Mereka mempunyai misi, tugas, tujuan, di luar urusan diri pribadi yang harus diselesaikan.
  5. Mereka BANYAK AKAL, relatif bebas dari ikatan budaya dan sosial tertentu, dan tidak tergantung dengan otoritas di luar dirinya.
  6. Mereka sangat menikmati hidup. Mereka memiliki keluguan dan visi seorang anak kecil, yang terus memperbarui rasa penghargaan terhadap anugerah kehidupan.
  7. Mereka mempunyai keterikatan tinggi dengan kemanusiaan,
  8. Mereka mencintai, mempunyai ikatan-ikatan/hubungan interpersonal yang mendalam dengan orang lain.
  9. Mereka punya rasa HUMOR yang tidak menyinggung. Mereka suka menertawakan diri sendiri dan kejadian hidup yang menggelikan.
  10. Mereka sering mengalami peak experience, yaitu memberi perhatian penuh, terpesona, dan terpikat terhadap sesuatu. Mereka juga mudah menerima ide, inspirasi, ilham, atau berbagai pengetahuan yang datang dari mana saja.

See? Bahkan tokoh-tokoh dunia yang hebat pun dianggap “tidak masuk akal”. Sesuatu yang kita anggap tidak masuk akal bisa jadi nantinya justru akan melahirkan sesuatu yang besar.

George Bernard Shaw pernah berkata:

Orang-orang yang masuk akal mengadaptasikan dirinya dengan dunia. Orang yang tidak masuk akal mengadaptasikan dunia dengan dirinya. Semua kemajuan bergantung pada orang-orang yang tidak masuk akal.”

      ”Yakinlah pada diri kita sendiri. Tempuhlah jalan dan cara yang memang kita yakini, karena ini adalah hidup kita. Kita tak perlu takut menjadi berbeda, tak normal, tak masuk akal, selama itu tidak merugikan orang lain. Allah menciptakan setiap individu dengan keunikan dan potensinya masing-masing. Tak perlu menjadi “sama” untuk diterima, tapi buatlah dunia menerima kita yang berbeda. DARE TO BE DIFFERENT!” -@Mirna_Jullyone

”You laughed at me, because i’m different. But I laughed at you because you’re all the same” –Kimmi Jayanti

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun