Mohon tunggu...
Mirna ZenaTuarita
Mirna ZenaTuarita Mohon Tunggu... Dosen - Seorang nakama yang belajar menjadi penulis

Seorang nakama yang belajar menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pelabelan "Bebas BPA" Pada Kemasan Pangan, Apakah Masih Aman?

25 September 2022   08:30 Diperbarui: 25 September 2022   08:30 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tercemarnya AMDK galon dengan migrasi partikel BPA disebabkan oleh pasca proses produksi. Sebagai contoh, perlakuan galon yang terkena panas menyebabkan suhunya makin tinggi serta makin lama waktu kontak selama distribusi ke tangan konsumen. Selama proses pencucian galon untuk kemudian digunakan lagi, galon disemprot dengan air panas bersuhu 70 derajat Celcius. Hal ini tentu saja dapat melarutkan BPA meski dalam konsentrasi yang sangat kecil, dapat luruh ke dalam air yang dikemas. Larutnya BPA akibat suhu panas secara kontinyu tentu saja berbahaya dan sangat berisiko. Bahaya terpapar BPA dapat mengakibatkan terganggunya hormonal, perkembangan organ tubuh bagi janin, perubahan perilaku pada anak serta pemicu kanker.

Walaupun nilai migrasi BPA sangat kecil, namun ini merupakan potensi dan tetap ada karena pemakaian berulang. Permenperin telah mengatur pencucian air galon dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 26 Tahun 2019 mengenai metode pencucian kemasan pakai ulang dengan menggunakan deterjen foodgrade pada suhu 55-75 derajat Celcius.

Sayangnya hingga kini belum ada aturan pemerintah yang mengatur penggunaan kemasan plastik polikarbonat yang digunakan berulang kali secara mendetail. Seperti bagaimana standar distrubusinya, standar kualitasnya, dan standar pencegahan agar BPA yang berbahaya tidak larut dan bermigrasi ke dalam produk yang dikemas selama proses hingga pasca produksi.

Risiko migrasi partikel BPA tidak hanya berasal dari galon air. Risiko cemaran akan lebih besar apabila frekuensi pemakaian berulang. Bahan plastik PET hanya dapat digunakan sekali pakai sehingga memiliki tingkat daur ulang lebih tinggi dibandingkan jenis plastik lain. Akibatnya jumlah plastik yang dihasilkan lebih banyak sehingga berpotensi menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Wadah plastik yang digunakan sehari-hari sebagai wadah makanan dan minuman juga berpotensi dalam transfer partikel BPA berukuran sangat kecil (ukuran nano) jika terkena panas. Oleh sebab itu, BPOM perlu membuat aturan untuk pemberian label pada galon yang digunakan berulang supaya tidak dikonsumsi oleh bayi, balita, dan janin mengingat wadahnya mengandung BPA. Meski demikian tidak mudah untuk dihindari secara total karena pemakaian plastik berulang dapat mengurangi limbah plastik sebagai sumber pencemaran lingkungan.

Pada plastik sekali pakai menggunakan bahan Polietilen tereftalat (PET atau PETE). Jenis bahan plastik ini kerap diaplikasikan pada kemasan  minuman, botol minyak goreng, sambal sachet, dan sebagainya. Plastik PET direkomendasikan  hanya untuk sekali pakai saja. Apabila dipakai berulang kali juga dapat berbahaya bagi kesehatan karena migrasi komponen berbahaya plastik kepada produk yang dikemas.

Alternatif Plasticizer Pengganti Bisofenol

Mirna Zena Tuarita, peneliti dari kelompok Studi Kemanan Pangan, Program Studi Rekayasa Pengolahan Hasil Perikanan mengatakan dunia sains dan industri pangan perlu mengembangkan bahan plastik jenis baru untuk menggantikan Bisofenol, sekaligus tetap aman bagi kesehatan manusia dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah plasticizer yang sudah dikembangkan oleh peneliti BRIN yakni bijih plastik dari rumput laut berjenis Sargassum.

Peneliti dari pusat Riset Biomassa dan Bioproduk, Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRBB BRIN) menggunakan bahan-bahan nabati  yang dapat digunakan sebagai bahan baku bijih bioplastik. Bahan-bahan tersebut diformulasikan dengan beberapa bahan lainnya yakni 50% rumput laut, 25% gelatin, dan  25% gliserol. Kekuatan tarik yang dihasilkan sebesar 9,5 megapaskal  (Mpa), hanya sedikit lebih rendah dibandingkan plastik konvensional  yang mencapai 10 Mpa.

Dengan melihat perkembangan penelitian tentang plastik biodegradable yang umumnya menggunakan bahan-bahan alam dengan kandungan pati, maka penelitian yang dipublikasikan di jurnal Materials  (2022), para peneliti menggunakan agen plasticizer gliserol, sortbitol, dan polietilen glikol (PEG) dalam konsentrasi 15%, 30%, dan 45%, yang diformulasi dari biodegradable plastik dengan bahan utama pati jagung,  polivinil alkohol, dan chitosan. Ketiga plasticizer ini menunjukkan peningkatan performance. Formulasi terbaik dari bahan-bahan pembuat plastik yakni formulasi 30% sorbitol menunjukkan  nilai elongasi dan nilai kuat tarik terbaik, ketahanan air paling baik, dan resisten suhu yang lebih baik.

Dengan demikian, botol dan wadah yang terbuat dari polikarbonat yang mengandung Bisofenol dapat juga dibuat dari polimer lain yang tidak memiliki bahaya serupa. Bahan alternatif tersebut dapat berasal dari bahan-bahan alam biodegradable yang memiliki sifat yang mirip dengan BPA dan dapat digunakan sebagai alternatif BPA  dalam rantai suplai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun