Siang menjelang sore hari yang baru berlalu membuat saya getir ketika berhadapan dengan kenyataan dan bukan mimpi. Dalam bayangan saya ada semacam kecemasan yang sering terang2an saya tunjukkan dihadapan anak muda termasuk anak saya. Obyek kecemasan saya tersebut berhubungan dengan kesadaran generasi akan keberadaan tanah yang kita cintai ini. Kehidupan yang terus berlanjut dengan dinamikanya demikian cepat, diikuti pula berbagai dilema yang tidak dapat dihitung sebab Indonesia bukan hanya Jakarta atau Jawa saja. Maka alangkah kagetnya saya ketika pertanyaan yang saya ajukan pada beberapa puluh mahasiswa tidak ada yang tahu dimana itu Dobo, Tual, Saumlaki. Secara bergurau (sambil menelan pahitnya ludah) saya katakan "wah, tdk aneh ya kalau nanti banyak wilayah hilang di masa yang akan datang dan kamu sekalian tidak tahu bahwa milikmu telah hilang dicaplok orang. Atau mungkin kita akan bernasib seperti negara-negara balkan, sehingga ada republik Tasikmalaya, Bantul, Pandeglang dan sejenisnya". Merekapun terdiam. Sebetulnya sudah lama saya curiga bahwa ada yang tidak disadari sepenuhnya oleh kita bahwa batas-batas wilayah negara, letak wilayah dari Sabang sampai Merauke, berbagai situasi yang dialami oleh saudara-saudara kita di wilayah tersebut seperti tampak tidak hadir dalam kesadaran hidup sosial dan bernegara kita. Ada yang keliru dalam proses pembelajaran kita baik di sekolah maupun di lingkungan rumah/sosial kita. Kita tidak mungkin menunggu banyak kasus yang merugikan bangsa baru kita berteriak-teriak. Entah cap apa yang akan diberikan oleh bangsa lain melihat bagaimana kita selalu saja terlambat dalam banyak hal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H