Mohon tunggu...
Mira Marsellia
Mira Marsellia Mohon Tunggu... Administrasi - penulis kala senggang dan waktu sedang luang

You could find me at: http://miramarsellia.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyusuri Jejak Angkara Sangkuriang di Gunung Tangkuban Parahu

18 Mei 2012   14:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:08 4515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah syair lagu yang berjudul Bandung ciptaan Mang Koko Koswara, seniman dan pencipta lagu terkenal dari tatar Sunda, liriknya begini: Bandung, Bandung, Bandung nelah kota Bandung Bandung, Bandung, sasakala Sangkuriang Dilingkung ku gunung, heurin ku tangtung, puseur kota nu mulya parahyangan Bandung, Bandung pada muru jarugjugan Yang artinya kurang lebih adalah sebagai berikut: Bandung, Bandung, Bandung, tersebutlah kota Bandung, Bandung Bandung tempat asal cerita legenda Sangkuriang, dikelilingi oleh gunung, padat penduduknya, pusat kota yang mulia Parahyangan, Bandung Bandung banyak yang memburu menjadi pendatang. [caption id="attachment_1401" align="aligncenter" width="477" caption="Peta Gunung Api di Indonesia"] [/caption] Adalah kota Bandung, kota yang disebut pusat parahyangan, kata parahyangan sendiri adalah berarti tempat para dewa, karena legenda jaman dulu menyebutkan bahwa gunung adalah tempat tinggalnya dewa, dan Bandung sendiri adalah kota yang dikelilingi tidak hanya empat, atau lima, tapi puluhan gunung, sehingga Bandung adalah dataran tinggi yang dilingkari pegunungan yang diyakini menjadi tempat tinggal para hyang atau dewa oleh leluhur di tatar Sunda, seperti kata lagu Mang Koko tadi. Sangkuriang sendiri adalah dikisahkan dalam cerita rakyat Sunda yang menerangkan asal muasal terbentuknya gunung Tangkuban Parahu dan kawahnya yang luar biasa. Menurut hikayat, Sangkuriang adalah pemuda sakti mandra guna, yang jatuh cinta pada ibunya sendiri Dayang Sumbi yang rupawan. Sangkuriang yang perkasa menguasai ilmu kesaktian yang tak terlawan oleh manusia bahkan juga oleh bangsa guriang yaitu jin dan mahluk halus, sehingga semua jin dan mahluk halus tersebut tunduk pada perintahnya. Sangkuriang diminta untuk membangun danau dan perahu besar oleh Dayang Sumbi, alih-alih untuk menolak lamarannya karena Dayang Sumbi mengetahui Sangkuriang ternyata adalah putranya. Sangkuriang yang tak percaya Dayang Sumbi adalah ibunya mengangapnya hanya  sebagai suatu penolakan yang getir atas cintanya, maka untuk bukti kesungguhan cinta,  dibangunnya danau yang luas dan perahu megah tidak terkira. Dayang Sumbi yang ketakutan melihat anaknya nyaris menyelesaikan syarat tak masuk akal yang diminta, membangunkan ayam untuk berkokok dan menumbuk padi tanda pagi menjelang, tak lupa membuat api dan menebar kain boreh rarang tenunannya sehingga tampak seperti semburat fajar.  Guriang semua melarikan diri ketakutan melihat cercahan cahaya pagi, meninggalkan Sangkuriang yang murka dan menendang perahu megah buatannya, sampai terguling dan menangkub (tertelungkup), yang kemudian kisah para leluhur menyebutnya menjadi asal muasal terjadinya gunung Tangkuban Parahu, dan danau yang terbentuk menjadi danau Bandung. Namun  kemarahan Sangkuriang tak henti disitu saja, angkara murka masih menguasainya, sumber mata air Citarum yang mengairi danau Bandung,  Sanghyang Tikoro dijebolnya, dan sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang.  Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Cekungan kota Bandung sendiri diyakini oleh para ahli adalah terbentuk dari danau purba yang mengering, hasil letusan Gunung Sunda yang luar biasa besar erupsinya, di jaman prasejarah meninggalkan kisah terciptanya gunung yang ada sekarang, yaitu Gunung Tangkuban Perahu dengan legenda Sangkuriang yang dengan kisah murka dan nestapanya  dianggap sebagai dokumentasi manusia jaman dulu atas sisa-sisa  peristiwa letusan gunung luar biasa hebat yang terjadi pada jaman dahulu kala tersebut. Gunung Tangkuban Parahu sendiri memiliki tinggi sekitar 2084 meter dari atas permukaan laut, berbentuk strato vulcano dengan beberapa kawah di kawasannya, yang terbesar disebut Kawah Ratu. Kawah lainnya adalah Kawah Upas dan Kawah Domas, dengan letak yang tidak terlalu berjauhan.  Strato vulcano disebut juga dengan gunung berapi komposit yaitu gunung berapi yang tinggi dan berbentuk mengerucut. Terdiri atas lava dan abu vulkanik yang sudah mengeras. Bentuknya yang khas dan curam terjadi akibat aliran lava yang teramat kental dan secara cepat mendingin serta mengeras sebelum meluber terlalu jauh. Beberapa gunung strato vulcano lainnya di Indonesia misalnya Gunung Merapi dan Gunung Krakatau Sebagaimana Indonesia adalah negara yang memiliki gunung berapi terbanyak dan dalam kondisi aktif di cincin api Pasifik, berikut kemalangan dan keberuntungan yang dibawa oleh gunung tersebut, sekitar gunung Tangkuban Parahu pun merupakan daerah yang sangat subur, sebagai berkah dari aktivitas vulkanik gunung berapi yang pelapukannya telah menyuburkan tanah pertanian disekitarnya. Daerah  Lembang yang berada di wilayah pegunungan dekat gunung Tangkuban Parahu adalah terkenal sebagai lahan pertanian yang luar biasa subur dan indah. Gunung Tangkuban Parahu walaupun cerita letusannya tidak dikisahkan sedahsyat gunung api lain di Indonesia,  tidak seperti halnya Danau Toba yang dengan cerita letusan supervolcanonya yang maha dahsyat  dari Gunung Toba puluhan ribu tahun silam  telah   mengakibatkan volcanic winter, atau letusan Gunung Tambora di tahun 1815  yang debunya menjadikan tahun berikutnya adalah  A Year Without Summer di Eropa dan Amerika Utara, namun tetap saja Gunung Tangkuban Parahu menarik minat wisatawan untuk mengunjungi dan mengagumi kehebatan  panorama hasil erupsi dan keindahan warna hijau pepohonan di pegunungan di sekitarnya. Untuk bersantai dan berjalan-jalan ke suatu gunung, Tangkuban Parahu dapat menjadi pilihan berbagai kalangan, wisata karyawan kantoran, wisata sekolahan, wisata keluarga, atau wisata antar teman-teman dekat karena rutenya memiliki banyak pilihan, bisa berjalan kaki, atau mengendarai kendaraan umum, maupun kendaraan pribadi untuk bisa sampai ke kawahnya. Menjadikan gunung ini sebagai sarana  wisata  pendidikan anak juga sangat memadai karena kemudahan perjalanan dalam menempuhnya, sekitar 30 km dari kota Bandung ke arah utara, melalui hutan pinus yang indah dan daerah pertanian sayuran di Lembang yang menghijau asri. Mengenai status gunung itu sendiri, Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya masih diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia.  Di beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda- tanda keaktifan gunung ini.  Kita pun sebagai pengunjung bisa mencoba merebus telur di Kawah Domas, salah satu kawah Tangkuban Parahu untuk bereksperimen mengenai suhu panas  yang timbul di kawah tersebut. Selain itu  tanda aktifnya  gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunung nya di antaranya adalah di kawasan  Ciater Subang yang juga menjadi tempat kunjungan wisatawan. Saya sendiri sudah beberapa kali berwisata ke Gunung Tangkuban Parahu baik bersama rombongan sekolah, keluarga, mengantar saudara yang ingin berkunjung kesana, ataupun bersama teman-teman dekat berjalan kaki kesana melalui jalur Jayagiri untuk berolahraga. Gunung api memang selalu memberikan daya tarik tersendiri, terutama kawah yang luar biasa pemandangannya, dapat kita pandang dengan ngeri dan takjub, sambil mengira-ngira betapa hebat proses erupsi yang terjadi dan berapa besarnya massa lahar dan bebatuan yang terlontar dari perut bumi akibat letusan gunung berapi.  Selain itu pemandangan alam dan pepohonan di pegunungan teramatlah indah untuk dilewatkan begitu saja. Bau belerang yang kadang menusuk hidung, tidak menghalangi para pengunjung untuk menikmati suasana sekitar kawah gunung Tangkuban Perahu. [caption id="attachment_182164" align="alignnone" width="600" caption="sumber gambar Wikitravel.org"]

1337348747696456237
1337348747696456237
[/caption] Saya ingin bercerita pengalaman saya menyusuri jalur Jayagiri menuju kawah Ratu di gunung Tangkuban Parahu beberapa waktu silam bersama beberapa teman. Saat itu kami merasa bosan dengan acara  kumpul-kumpul di kafe atau jalan-jalan ke mall. Pilihan kami adalah berjalan-jalan ke gunung Tangkuban Perahu diantaranya adalah karena relatif dekat dari Bandung, jalur yang akan kami lalui relatif aman, serta berolahraga ke gunung itu tentu saja selain menikmati pemandangan juga menyehatkan badan kami yang sudah berkarat karena jarang berolahraga. Dari rumah teman di daerah Setiabudi Bandung, kami bergerak menggunakan angkutan kota untuk berhenti di Lembang, di dekat  jalan Jayagiri yang menuju ke taman nasional Tangkuban Parahu. Perjalanan kami lanjutkan berjalan kaki namun karena kami pergi agak siang dari Bandung, jam 10 di rute Jayagiri membuat kami kepanasan karena matahari yang sudah tinggi. Saya bahkan membawa payung, yang sebetulnya lucu bagi teman-teman saya, karena baru kali itu mereka trekking ke gunung beserta orang yang berpayung. Kami membayar tiket masuk sebesar Rp 4000.- per orang dan jalan setapak di depan kami tampak menanjak sangat. Disarankan walau berjalan ke gunng yang relatif tidak terlalu tinggi di Jawa Barat ini, tetap memperhatikan faktor kenyamanan dan keaman. Sepatu misalnya, gunakan lah sepatu khusus trekking sehingga tidak tergelincir di jalan setapak yang licin. Kenakan juga celana yang ringan dan nyaman, bahan jeans tidak disarankan karena tidak nyaman dan lengket saat berkeringat, sulit kering pula. Pakailah topi untuk menghindari terik matahari. Tidak perlu membawa beban berat karena jalannya bisa santai saja, yang penting bawa minuman dan makanan secukupnya. Saya pergi dari rumah dengan perut yang kurang terisi makanan cukup. Sehingga beberapa puluh menit setelahmelalui  jalur mendaki ini kepala saya menjadi terasa aneh dan pusing, pandangan pun berkunang-kunang. Nafas terasa sesak. Dan saya berkeringat dingin. Karena nafas yang tersengal, saya merasa malah akan pingsan. Teman-teman meminggirkan saya di pinggir jalan setapak yang agak rata, beristirahat sebentar dan minum, sampai kepala saya yang pening berangsur-angsur berkurang. Ternyata walaupun kita pergi ke gunung yang mempunyai jalur pendakian yang mungkin dibilang beberapa orang adalah jalur mudah, apabila kita tidak mempersiapkan diri dengan baik, akibatnya bisa fatal. Jadi janganlah menganggap enteng olahraga mendaki gunung ini. Kesombongan harap dibuang jauh-jauh, diri kita tidak ada artinya saat kita berhadapan dengan gunung  berapapun tingginya gunung yang kita daki itu. Karena gunung adalah salah satu perwujudan dari bukti kebesaran penciptaan alam oleh yang Maha Kuasa. Setelah melalui jalur pendakian yang menanjak, sampailah kami di tempat istirahat. Ada warung yang menjual minum dan makanan. Ada bangku-bangku bambu yang dapat kita gunakan untuk duduk-duduk dan melihat pemandangan alam di sekitar. Kita melalui jalur semak belukar dengan pepohonan besar yang indah dan rindang. Ada sungai kecil yang airnya sangat dingin dan segar. Perjalanan berlanjut dan kita keluar di dekat parkiran bis, dimana kita melanjutkan berjalan kaki ke kawah Ratu sekitar 3.5 km lagi. Jalur Jayagiri ke Kawah Tangkuban Perahu ini total sekitar 12 km dan dapat ditempuh dengan waktu perjalanan 2.5 jam berjalan kaki. Cukup melelahkan tapi sangat menyenangkan. [caption id="attachment_1404" align="aligncenter" width="500" caption="Queen Crater atau Kawah Ratu, Foto Dokumentasi Pribadi"]
Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu
Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu
[/caption]

Pemandangan kawah sungguh spektakuler,seperti contoh mini lubang neraka kecil yang ada di permukaan bumi. Atau seperti kelamnya wilayah Mordor di cerita Lord of The Rings. Suasana mistis kadang ditambah dengan kabut yang seringkali turun dan gerimis yang lembut seringkali membasahi wajah kita saat kita berada di gunung Tangkuban Parahu. Untuk berkomunikasi, sinyal telekomunikasi bergerak selular dari operator yang saya gunakan di kawah Gunung Tangkuban Parahu ini sangat bagus. Kita bisa kirim-kirim foto dan upload status facebook kita kalau mau. Untuk yang masih ingin melanjutkan perjalanan mendaki sampai ke menara/tower RCTI bisa saja melanjutkan perjalanan sekitar 1.5 jam lagi dengan menyusuri pinggir kawah. Namun saya dan teman-teman tidak lanjut lagi. Habis sudah tenaga kami saat itu. Hanya cukup untuk perjalanan pulang kembali ke Bandung. Perjalanan kita kala itu sungguh mengingatkan kita bahwa kita sungguh hidup dekat gunung dan berada dalam zona yang retas akan keberadaan gunung berapi. Saya sempat bergidik, andaikan gunung Tangkuban Parahu meletus, bagaimanakah nasib kota Bandung dan penduduk yang hidup dalam kawasannya? Berita-berita di media cetak belakangan ini pun banyak mengangkat berita tentang gempa yang terjadi di Lembang, akibat pergeseran dari sesar Lembang. Lembang yang terletak di kawasan dekat gunung Tangkuban Parahu , memiliki sesar atau dalam bahasa Inggris disebut "fault" atau sering juga disebut patahan.  Retakan ini disebabkan oleh pergerakan atau pergeseran di kerak bumi. Menurut para ahli, di lembang sesar membentuk retakan tektonik yang memanjang lebih dari 22 km. Alam adalah sesuatu yang sulit kita prediksi. Walaupun ilmu pengetahuan kita sudah banyak mengeksplorasi tentang gunung berapi dan patahan serta gempa vulkanik dan gempa tektonik yang dapat timbul dari aktivitas naturalnya, namun tetap saja, diperlukan adanya mitigasi atau kesiapan dalam menghadapi bencana yang berpotensi timbul.  Mitigasi dikenal terbagi dalam dua jenis, yaitu mitigasi secara struktural dan mitigasi non struktural. Adalah penting bagi penataan ruang dan konsultasi dari para arsitek untuk memperhatikan struktur bangunan pada kawasan yang rawan akan potensi terkena dampak bencana alam dari gempa. Pula agar dipentingkan mitigasi struktural penataan ruang dengan misalnya tidak membangun perumahan di tebing atau jalur sesar yang diperkirakan aktif. Sedangkan mitigasi non struktural adalah pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat dalam kesiapan menghadapi bencana. Semoga ekplorasi dan ekpsedisi kita  terhadap gunung api membawa kita untuk dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik terhadap segala kemungkinan dan memperoleh ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang negara kita yang berada di Ring of Fire, atau cincin api yang luar biasa ini. [caption id="" align="aligncenter" width="496" caption="Pemandangan Kawah Ratu"]

Pemandangan Kawah Ratu
Pemandangan Kawah Ratu
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun