[caption id="attachment_200220" align="aligncenter" width="300" caption="Bali Map from Google Maps"][/caption] Suatu hari di siang hari bolong saya ditelepon teman saya satu perusahaan namun beda cabang. Dia bekerja di kantor cabang Makassar. Teman saya seorang manager, tipe wanita yang tegas, umurnya di atas saya 3 tahun, hobi olahraga outdoor terutama menyelam. Tanpa banyak basa-basi dia mengajak saya menyelam di akhir minggu ini, di Tulamben, sebuah desa di kecamatan Kubu, Kabupaten Karangaasem, Bali. Ditunggu besok katanya, kita ketemu di Bandara Ngurah Rai. Karena saya dari Bandung, maka selisih waktu kedatangan kami menurut jadwal yang ada adalah dua jam, dan dia akan menunggu saya di kafe depan bandara. Dan dia meminta saya berpikir cepat sore itu juga untuk memutuskan jadi ikut tidaknya. Lho. Mendadak begini ya. Tapi ajakannya untuk ke Tulamben ini menggoda sekali. Saya belum pernah ke Tulamben. Apalagi menyelam di laut.  Dan sesungguhnya saya tidak bisa menyelam. Pengalaman saya menyelam hanya di kolam renang, itupun bagian dari paket pelatihan SAR dari perusahaan. Dan saya tidak jago berenang. Tapi dari yang saya pernah baca,  mengingat Tulamben adalah dalah satu lokasi penyelaman terbaik di Bali yang sangat menarik, saya sangat tergoda. Kebetulan para pelatih SAR perusahaan kami, di waktu yang bersamaan di akhir minggu ini akan melakukan survey penyelaman di Tulamben. Kami ditawari untuk menyelam bersama mereka dengan menggunakan peralatan milik mereka.  Tawaran yang menarik. Karena saya termasuk orang yang spontan, tanpa banyak berpikir saya mengiyakan pada teman saya itu. Lalu membeli tiket untuk penerbangan hari Jum'at yang berarti esok harinya. Hotel dan sebagainya, cari yang sederhana saja, searching di internet sih di daerah Tulamben banyak hotel dengan harga cukup terjangkau. Saya membooking penginapan dekat pantai dengan harga per malam dibawah lima ratus ribu rupiah. Keesokan hari sebagaimana telah direncanakan, kami bertemu teman-teman saya, kali ini sudah bergabung dari kantor yang cabang Bali. Jadi kami pergi berlima, saya, Rijkan, Jovy, Ella dan mas Putu  yang merangkap jadi supir untuk kami.  Kalau pergi dengan orang Bali asli sih, kami jadi tenang, tidak takut nyasar. Dengan segera setelah menikmati  beberapa cangkir kopi Bali yang nikmat kami berangkat ke Tulamben di siang itu juga. [caption id="attachment_200222" align="aligncenter" width="512" caption="Google Maps"]
[/caption] Perjalanan menuju Tulamben rupanya tak henti-henti menyusuri pantai. Jaraknya sekitar 100 km dari Denpasar. Kalau melihat di peta, Denpasar berada di kaki pulau Bali, dan Tulamben berada di bagian kanan atas pulau, sebuah daerah berpantai yang berada di kaki Gunung Agung. Perjalanan ini melalui jalan aspal yang bagus, angin yang segar berhembus, dan pemandangan indah. Udara panas khas pantai namun terasa segar. Kami membuka jendela mobil kami, karena asik rasanya menikmati hembusan angin sambil menikmati pemandangan Bali yang luar biasa. Sekitar jam empat sore kami tiba di Tulamben, di sebuah kafe sebagaimana telah dikonfirmasi sebelumnya, kami bertemu para pelatih menyelam kami disana.
Pantai yang Berbatu-batu [caption id="attachment_200229" align="aligncenter" width="524" caption="Batulambih di pantai. Dok. Pribadi"]
[/caption] Segera sesampai di Tulamben ini, setelah beristirahat kami menikmati senja di pantai Tulamben, saya dan Jovy sibuk memotret. Karena Ella seorang model, maka mba Jovy yang memang pemotret profesional sibuk memotret Ella. Kalau saya sibuk motret sekitar-sekitar saja. Bunga kamboja yang berguguran dan bebatuan.  Pemandangan sangat indah. Gunung Agung tampak menjulang puncaknya dari pantai dan penginapan tempat kami tinggal. Melihat pantai,  saya keheranan.  Berdasarkan pengalaman saya yang tidak banyak sebetulnya, baru kali ini saya menemukan pantai yang batu-batunya begitu besar-besar untuk ukuran pantai. Bentuknya bulat-bulat dan lonjong-lonjong yang halus tergerus, sehingga tidak memiliki sudut tajam. Layaknya bebatuan di sungai yang banyak digerus dengan air sehingga permukaannya licin. Batu-batu itu bebatuan vulkanik yang hasil erupsi gunung Agung di tahun 1963. Dahsyat sekali rupanya lontaran dan lelehan lava Gunung Agung sehingga mencapai pantai dan menghasilkan bebatuan pantai yang unik ini. Batu-batu itu kehitaman warnanya, tampak keras  seperti batu yang sering kita lihat untuk membuat
mutu dan coet. Bebatuan yang banyak itu rupanya asal nama Tulamben. Tulamben berasal dari kata Batu Lambih, artinya 'Banyak Batu'.
Cukup Berjalan Saja Untuk Menyelam Malamnya kami mengulang pelajaran menyelam di kolam renang hotel. Jujur saja. Saya sih merasa seram. Beneran deh untuk menyelam di laut, walaupun ditemani tetap saja membuat saya agak diserang panik. Lagipula saya belum jago membersihkan  air yang masuk ke masker dengan metode meniupkan udara dan membuka sedikit masker itu. Kalau di dasar laut saya panik bagaimana? Yang lebih semangat tentu saja Jovy yang memang berpengalaman. Ella jelas-jelas memilih snorkeling saja, sementara saya masih bimbang. Keesokan paginya, setelah sarapan dan berbenah, kami berjalan kaki ke pantai yang hanya sepelemparan batu dari penginapan. Jovy bersiap-siap dengan pakaian selamnya. Sementara saya? Kepanikan masih melanda saya, walaupun pantai Tulamben ini merupakan area yang mudah untuk mencapai tempat kapal yang tenggelam, tinggal berjalan kaki saja dari pantai beberapa puluh meter masuk ke laut, dan voila! Kapal yang berada di sekitar kedalaman 20  - 30 meter itu akan berada di depan mata. Jadi tidak perlu naik perahu boat dulu untuk masuk air dengan cara seperti koprol itu. Jovy tanpa ragu setelah mengenakan pakaian selam lengkap dengan tabung oksigen, singkat cerita berjalan bersama teman-teman yang lain menuju lokasi penyelaman yang terkenal seantero dunia tersebut. Tempat dimana kapal Amerika, USAT Liberty tenggelam di tahun 1942.  Saya? saya bersnorkeling saja, karena ternyata dengan snorkeling pun kita dapat menikmati pemandangan luar biasa. Kapal tenggelam dengan biota laut yang mengagumkan, ikan beraneka jenis yang tidak takut pada manusia, mereka bahkan berenang di sekitar kita. Dekat sekali. [caption id="attachment_200232" align="aligncenter" width="300" caption="Wajah Gosong. Dok Pribadi"]
[/caption] Cuaca cerah dan matahari pagi ini membuat jarak pandang mencapai 20 meteran lebih. Kapal USAT Liberty tampak beku dalam keheningan. Rasanya ada perasaan sunyi yang mencekam melihat sebuah kapal yang dulu gagah di permukaan kini menjadi bangkai di lautan. Seperti menonton film Titanic. Rasa mencekam itu kurang lebih yang saya rasakan saat menonton film tersebut. Matahari yang terang membuat jelas pemandangan bawah laut. Ella tidak lama bersnorkeling, dia cemas. Katanya "too many spots!". Memang cuaca cerah ini membuat air laut berpendar-pendar oleh jutaan titik-titik cahaya yang berpendar-pendar. Indah sekali. Saya bersnorkeling sampai puas dan kulit saya gosong. [caption id="attachment_200230" align="aligncenter" width="524" caption="Pantai Tulamben. Dok Pribadi"]
[/caption]
Kapal yang Tenggelam Kapal USAT Liberty dibangun di tahun 1918. Kapal dengan panjang 120 meter ini dibangun tahun 1918 merupakan kapal perang Amerika jenis angkutan barang alias kargo. Tugasnya melayani kebutuhan perang di jaman perang dunia ke 2 tersebut. Saat itu kapal sedang berlayar dari Australia menuju Filipina saat ditorpedo Jepang di perairan Lombok. Kapal penghancur Belanda masih berupaya menyelamatkan kapal tersebut dengan menariknya ke perairan Tulamben. Apa daya, kerusakan yang parah membuat kapal USAT Liberty tak mampu bertahan. Di kedalaman sekitar 8 meter dia tenggelam. Letusan Gunung Agung yang dahsyat tahun 1963 dikabarkan memuntahkan 300 juta meter kubik. Massa yang besar berupa lava, lahar, hujan batu dan pasir, terlontar dan mengalir sampai jauh, dan Tulamben, desa di Karangasem ini tak pelak dari amukan letusan gunung berapi tertinggi di Bali tersebut. Aliran lava menekan ke pantai dan kapal yang terletak di bibir pantai ini terseret menjauhi pantai, sehingga berada di kedalaman 30-an meter dan menjauhi pantai. Sampai saat ini di pinggir jalan raya Tulamben, kita dapat melihat bekas-bekas aliran lava berupa batu yang mengeras. Walaupun letusan Gunung Agung di tanggal 17 Maret 1963 ini membawa banyak kepedihan dan jumlah korban jiwa yang tidak sedikit, namun kini diakui, bebatuan hasil bekuan lava dari Gunung Agung ini menjadi berkah bagi banyak orang. Batu hitam padas adalah berkah dari kawah, dan banyak dijadikan batu pelinggih untuk tempat suci dan pura di Bali, tidak hanya oleh warga Karangasem tapi juga dari daerah-daerah lain di Bali.
Puncak Gunung yang Tampak Jelas Gunung Agung dengan ketinggian 3.142 DPL ini tampak sangat kerucut dilihat dari Tulamben. Terlihat sangat dekat dan bersahabat. Dari penginapan, kita bisa melihat puncak Gunung Agung dengan jelas. Tampak tenang dan agung. Tidak terlihat tanda di cuaca yang cerah ini bahwa gunung yang megah tersebut pernah meletus dengan dahsyat. Saya berpikir, massa hasil muntahan gunung Agung sangat besar saat itu di saat meletusnya Gunung Agung. Seperti apakah kondisi Tulamben, saat kapal tenggelam pun dapat terdorong ke dasar laut yang lebih dalam. [caption id="attachment_200233" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Agung. Source
http://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Agung"]
[/caption] Gunung Agung adalah gunung tertinggi di Bali, disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali dan dipercaya merupakan tempat para dewa bersemayam. Gunung Agung adalah gunung api jenis stratovulcano, memiliki kawah yang luas dan sangat dalam. Sampai kini kadang masih berasap dan mengeluarkan uap air. Orang Bali percaya bahwa Gunung Agung adalah replika dari Gunung Meru. Gunung yang  dalam kepercayaan Hindu merupakan pusat dari alam semesta. Ada juga kepercayaan yang meyakini bahwa Gunung Agung adalah bagian dari Gunung Meru yang dibawa orang Hindu pertama di Bali. Cerita tentang bencana letusan Gunung Agung setengah abad yang lalu sungguh dahsyat. Kita masih dapat menyusuri beritanya di berbagai ulasan media. Namun memori akan petaka tersebut agaknya sudah lama terlupakan seiring denyutnya kehidupan dan perekonomian di Bali sebagai tujuan
wisata terkenal dunia. Namun kita tidak pernah tahu kapan gunung api akan memulai lagi aktivitas yang berpotensi destruktif bagi kehidupan dan masyarakat di sekitar gunung berapi tersebut. Mengingat Bali adalah pulau yang indah dengan banyak tujuan wisata yang sangat diminati, hendaknya kesadaran akan pemantauan aktivitas gunung berapi menjadi kesadaran banyak pihak, dan pembangunan perumahan maupun kawasan wisata juga memperhatikan aspek-aspek dalam tindakan penyelamatan dari  potensi yang dapat timbul dari bencana gunung berapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya