Mohon tunggu...
Mira Marsellia
Mira Marsellia Mohon Tunggu... Administrasi - penulis kala senggang dan waktu sedang luang

You could find me at: http://miramarsellia.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Dewan Kotoran Ayam, Siapa Mau Daftar

23 Mei 2013   21:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:07 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
biopact_chicken_manure_power-1

Saya pernah mendengar gosip, bahkan diiming-imingi ikutan partai untuk jadi anggota dewan yang terhormat. Untuk memuluskan jalan menjadi anggota dewan ini tentu tidak gratis bagi rakyat jelata seperti saya. Ada beberapa paket untuk bisa jadi bakal calon. Catat, belum calon yah, baru bakal. Tidak usahlah bicara yang termahal, yang termurah saja. Paket hemat anggota dewan ini -yang artinya biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi terhormat sebagai anggota dewan, posisinya tentu tidak di ibu kota propinsi, tapi di kota kabupaten, besarannya minimal di angka 200 juta rupiah saja, ini pahe lho, alias paket hemat. Kalau di gerai ayam siap saji, pahe ini dapat 1 potong ayam plus 1 kepal nasi dan 1 minuman dingin bermerk amrik itu. Kalau paket mahal saya tidak tanya berapa, paket hematnya saja 200 juta tentulah paket komplit dengan posisi duduk elit pastilah tidak bicara di angka ratusan lagi.  Belum lagi biaya spanduk, baliho, dan T-banner sepanjang jalan. Juga biaya preman agar material promosi diri itu dijaga orang agar tidak rubuh atau terbang dilanda angin kencang. Tidak, saya tidak tertarik menjadi anggota dewan yang terhormat. Kalau mekanismenya bila benar seperti digosipkan orang adalah demikian.  Mari kita lupakan soal paket hemat ini, toh hanya gosip juga. Tapi kalau jadi anggota dewan kotoran ayam saya mau. Apa pula ini dewan kotoran ayam? Kebutuhan konsumsi ayam potong di ibu kota Jakarta berkisar 1,2 juta ekor per hari, untuk Bandung, sekitar 200.000 ekor ayam. Data ini dari koran online hasil nyomot di internet (tribunnews: 30  April 2013). Anggaplah ini sebagai dasar hitungan kira-kira sebagai rata-rata konsumsi ayam di kota-kota Indonesia. Ini saya bicara ayam  beneran ya. Bukan "ayam" atau 'ayam'. Banyak ya? Ini angka kasar buat dua kota saja, belum kota-kota lain di Jawa Barat. Saya jadi berpikir, tai ayam ini pada kemana ya? Jadi pupuk? Dibuang ke sungai? Atau menjadi limbah tidak jelas? Biasanya sih kandang-kandang ayam ini didirikan di atas kolam. Di kampung-kampung ada istilah "longyam" bukan longing for ayam, tapi singkatan dari "balong hayam". Balong artinya kolam. Kotoran ayam ini berguna menjadi makanan ikan. Setidaknya tidak terbuang sia-sia. Namun mabok juga kali ya, ikan dikasih makan tai ayam melulu. Bincang-bincang soal tai ayam, ga ada salahnya mencontoh negara lain yang sudah lebih maju dalam urusan limbah ternak.  Belanda telah menjadi pionir dalam manajemen kotoran ternak.  Sebagai negara penghasil produksi peternakan nomor dua di dunia, faktanya Belanda yang berpenduduk sekitar 15 juta orang ini, tinggal di  negara kecil dengan luasdaerah 41,526 km2  dan  penduduk  berbagi tanah dengan 4,7 juta sapi, 13,4 juta babi, 44 juta ayam petelur, ayam pedaging 41 juta, dan 1,7 juta domba.

picture from: http://scientificamerican.com

Limbah kotoran ternak menjadi masalah karena ternak menghasilkan kotoran 3 sampai 4 kali dari yang dibutuhkan untuk pertanian. Limbah ini pun selain mengotori lingkungan juga berpotensi mencemari air sungai.  Sejak tahun 1980 pemerintah Belanda menetapkan aturan ketat dalam penanganan kotoran ternak ini. Ada penghargaan bagi inovasi dalam penanganan kotoran ternak, dan juga ada sanksi bagi yang lalai. Bahkan ada  ”Dewan Pupuk Kotoran Ternak” yang didirikan untuk mengatur arus distribusi pupuk kandang, dan membantu menemukan pengguna pupuk baru. Dewan ini juga melakukan penelitian, membantu  pengolahan pupuk kandang dan menetapkan pabrik pengolahan. Tak hanya dijadikan pupuk  bentuk pelet yang diekspor ke luar negeri,  Belanda tidak berhenti sampai disitu dalam hal inovasi,  mereka pun membuat pembangkit tenaga listrik dari kotoran ayam.

http://news.mongabay.com

Delta NV di kota Moerdijk  membangun pembangkit listrik dengan tenaga kotoran unggas terbesar di dunia. Fasilitas  ini diharapkan dapat mengkonversi 440.000 metrik ton (490.000 ton) dari kotoran unggas menjadi lebih dari 207 juta kilowatt-jam listrik setiap tahun,  dan dapat menyerap sekitar sepertiga dari  ’kelebihan stok pupuk’. Dengan kemampuan fasilitas tersebut maka akan mampu menghasilkan listrik yang cukup untuk sekitar 90.000 rumah per tahun. Eh lebih dari lumayan ya hasil dari bioeletrik kotoran ayam ini. Kalau memang produksi kotoran ayam kita bisa lebih banyak dari Belanda, apa tidak sebaiknya kita juga punya Dewan Kotoran Ayam juga? Kalau iya ada yang mau mendirikan saya mau daftar ya. Daripada keluar uang untuk paket hemat jadi anggota dewan yang terhormat, saya mendingan bikin bisnis ternak ayam saja sekaligus memikirkan dibagaimanakan kotorannya. Referensi: http://www.bayjournal.com/article/netherlands_a_pioneer_in_manure_management_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun