Dari novel Quo Vadis, karangan Henryk Sienkiewicz, dibawah ini adalah penggalan dari percakapan dari isi novel tersebut:
Halaman 296-297
"Jawablah pertanyaanku, Petronius. Apakah kau menyesalkan kebakaran Troya?"
"Hamba menyesalkannya? Demi Venus yang berkaki, bengkok, tidak! Troya takkan terbakar kalau Prometheus tidak menganugerahkan api kepada manusia. Juga kalau perang tidak pecah, Homerus takkan pernah menulis bukunya Iliad. Hamba lebih menghargai buku Iliad daripada kota kecil yang mungkin buruk dan kotor."
"Itu alasan yang kuat," kata Caesar. "Bagi puisi dan seni, setiap orang berkewajiban mengorbankan segala-galanya. Alangkah bahagianya bangsa Achaea yang memberi bahan kepada Homerus untuk menulis Iliad! Tapi aku belum pernah melihat kota terbakar!"
Halaman 306
"Ampun, Imperator yang Agung," kata Phao terengah-engah. "Roma sudah menjadi lautan api! Hampir seluruh kota sedang terbakar!"
Semua terlonjak berdiri. Nero meletakkan kecapi dan berseru,
"Ya dewa! akhirnya aku bisa melihat kota kebakaran! Akhirnya aku akan bisa menyelesaikan Troaid-ku!"
Nero adalah kaisar Roma yang kejam, gila, dan tiran. Nama lengkapnya adalah Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus, lahir dengan nama Lucius Domitius Ahenobarbus, lahir tahun 37 Masehi dan kemudian bunuh diri di tahun 68 saat terjadi kudeta militer atas kekaisarannya.
Menurut beberapa sumber yang bervariasi dari sejarah kekaisaran Romawi tersebut, beberapa kisah menyebutkan bahwa, untuk menulis puisi yang diharapkan dapat melampaui karya Homerus, dengan Iliad dan perang Troya-nya, dia tak segan memerintahkan membakar kota Roma. Sementara saat menyaksikan Roma terbakar, Nero memainkan lira sambil bernyanyi.